Nasional

Inovasi Metode Pembelajaran Widya Lestari Buat Siswa Madrasah 'Enjoy' Belajar Ekonomi Akuntansi

Jum, 25 November 2022 | 05:30 WIB

Inovasi Metode Pembelajaran Widya Lestari Buat Siswa Madrasah 'Enjoy' Belajar Ekonomi Akuntansi

Widya Lestari saat menerima penghargaan. (Foto: @maslfkajen)

Widya Lestari (45 tahun) sangat tertantang ketika mengajar Ekonomi dan Akuntansi di madrasah. Namun, untuk mengajar Ekonomi dan Akuntansi di Madrasah Aliyah Salafiyah Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, ini Widya memiliki trik tersendiri. Yakni menggunakan dalil aqli (logika) mencari ilmu, dan menggunakan dalil naqli dari Al-Qur’an tentang ilmu yang bermanfaat.


“Kalian sekolah untuk apa, mencari ilmu. Buat apa? Cari pekerjaan, bukan? Nah, pekerjaan itu tentu memanfaatkan ilmu yang dimiliki. Itulah yang bisa dibawa mati. Memang tidak bisa dipakai untuk menjawab pitakon (pertanyaan) kubur, tapi bisa dibawa mati karena ilmunya yang bermanfaat. Jika kalian bersekolah tidak bisa memanfaatkan ilmu, tentu tidak bisa dibawa mati,” tegasnya kepada para siswa.


Kemudian, agar pelajaran masuk di otak anak-anak didiknya, Widya merujuk ke Al-Qur’an. “Baca al-Baqarah ayat 282. Di situ diperintahkan setiap kalian bertransaksi, catatlah. Nah, Akuntansi adalah ilmu pencatatan itu. Jadi, dasarnya jelas. Siapa bilang Akuntansi bukan ilmu dari Al-Qur’an? Jelas, itu tidak bisa ditolak. Baru mereka bisa menerima jawaban saya,” tutur Master Manajemen jebolan Universitas Sebelas Maret Surakarta ini.


Selain itu, untuk menarik minat para siswa dalam belajar Ekonomi Akuntansi, Widya menggunakan metode pembelajaran yang tidak biasa. Ia membuat metode pembelajaran yang belum pernah dilakukan di madrasah tersebut.


“Inovasi saya, yaitu saya melakukan Study Excursion, yakni belajar di luar kelas, karena materinya memang tentang koperasi, anak-anak saya beri surat tugas mendatangi koperasi di sekitar Kecamatan Margoyoso, Trangkil, dan Tayu,” ungkap Widya.


Widya mengatakan, Study Excursion merupakan sebuah kegiatan dengan tujuan memberi pembekalan berupa pendidikan dan pelatihan kepada siswa dengan bentuk visitasi agar pembelajaran berjalan enjoy. Selain itu, kegiatan ini dapat diorientasikan untuk meningkatkan pola pikir, kreativitas, wawasan, serta pengalaman para siswa dalam menyongsong masa depan.


Study Excursion, muncul dari pemikiran saya saat pertama mengajar di MA Salafiyah Kajen tahun 2005. Saya mendapati siswa yang minim wawasan umum seperti masalah sosial, pendidikan, ekonomi, bahkan lingkungan. Mereka seperti hidup dalam satu kotak yang disebut ruang kelas. Saat itu media sosial belum ada. Jadi, sulit sekali untuk memperkenalkan mereka dengan dunia luar,” kenangnya.


Widya berpikir, bagaimana anak-anak ini kelak akan mampu bersaing di luar sana jika wawasan umum dan keilmuan mereka sangat minim. Kemudian, ia meminta izin kepada Kepala MA dan Wakil Kepala Madrasah Bidang Kurikulum untuk membuat program pembelajaran Study Excursion.


“Saya mengajak mereka ke bank dan koperasi terdekat. Tujuannya, mengenalkan kepada mereka tentang dunia kerja, perekonomian secara riil, dan juga memberikan pengalaman belajar tentang transaksi keuangan di bank dan koperasi. Tentunya, ini terkait materi ajar saat itu,” tuturnya.


Setelah hal tersebut ia lakukan berulang kali setiap tahun, akhirnya pimpinan madrasah memperlebar kegiatan ini. Tidak terbatas pada pelajaran Ekonomi yang melakukan Study Excursion, melainkan semua pelajaran yang di-UN-kan, yaitu Fisika, Kimia, Biologi, Geografi, Sosiologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris bahkan Matematika.


Oleh karena itu, pengelolaan kegiatan ini diambil alih oleh madrasah dengan membentuk panitia, dan siswa diberi tugas oleh masing-masing guru mata pelajaran untuk mencari tahu tentang materi yang sesuai dengan kompetensi dasarnya yang ada di lokasi kunjungan kemudian siswa secara berkelompok membuat laporan.


“Lokasi kunjungan sudah tidak lagi di daerah sekitar madrasah. Tapi, sudah mulai ke luar kota dan di pabrik-pabrik besar, Bursa Efek Surabaya, perusahaan penyamakan kulit Yogyakarta, perakitan mobil di Magelang, dan sebagainya,” papar Widya.


Ia mengatakan, meski kegiatan Study Excursion masih berjalan hingga saat ini, namun sejak pandemi Covid-19 konsepnya diubah oleh pimpinan madrasah. Bukan lagi kunjungan industri di pabrik, melainkan ke tempat-tempat yang telah ditentukan oleh panitia dan biro transportasi.


“Kegiatan tersebut dinamakan Study Rihlah, alasan apa yang mendasari perubahan tersebut saya tidak disampaikan, mungkin karena sulitnya menembus izin kunjungan ke pabrik,” kata Widya kepada NU Online, Kamis (24/11/2022).


Oleh karena Study Excursion telah berubah konsep, maka untuk pelajaran Ekonomi Widya merasa perlu untuk dilakukan kembali konsep SE seperti di awal, yaitu memberi tugas kepada siswa untuk mengamati lingkungan sekitar seperti kondisi pengangguran, mencermati para pekerja yang ada di pabrik Misaja Mitra, mengunjungi kantor pos, pegadaian, koperasi dan juga pasar, sesuai kompetensi dasar yang dipelajari.


“Untuk hasil penelitian yang pernah saya lakukan terhadap siswa, ketika saya, menerapkan kegiatan SE pada mata pelajaran ekonomi, terbukti siswa lebih mudah memahami tentang konsep dasar ekonomi yang selama ini hanya sekedar teori, siswa merasa senang dan memberikan pengalaman belajar yang dapat digunakan sebagai pengalaman hidup siswa,” kata Widya.


Ia menambahkan, banyak dari siswanya yang kini sukses menjadi karyawan bank. Bahkan, banyak juga yang jadi pengusaha, seperti pengusaha batik di Pekalongan, owner butik, dan masih banyak lagi.


Mereka bersyukur karena pernah memiliki pengalaman belajar meski sedikit tentang dunia industri dan dunia kerja, hingga bisa menjadi bekal ketika mereka melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi mereka tidak ‘kuper’ lagi.


“Bagi mereka yang tidak melanjutkan kuliah, mereka punya wawasan akan bekerja di sektor apa. Bahkan, mereka bisa merencanakan akan membuat usaha apa,” ujarnya. 


Widya menuturkan, dulu mereka mendatangi koperasi-koperasi itu hanya pada Jumat (hari libur) secara berkelompok. Tiap kelompok beranggotakan enam siswa. Mereka ke sana sendiri. Ia tidak mengawal langsung.


“Tapi saya berikan gambaran terkait informasi yang harus ditanyakan untuk membuat laporan yang akan dipresentasikan di kelas dan dilanjutkan pembahasan materi. Jadi, mereka langsung visitiasi ke koperasi lalu wawancara dengan pengelola atau manajer lembaga terkait,” paparnya.


Untuk memastikan agar semua lancar, Widya terlebih dahulu menghubungi para manajer itu baik melalui surat maupun ponsel. “Untuk yang punya nomor kontaknya, langsung saya hubungi biar segera tahu maksud saya,” ujar ibu tiga anak ini.


Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa studi lapangan ini hanya berlaku untuk anak kelas III MA yang ia ajar. “Kelas 1 pun juga saya berlakukan metode yang sama ketika saya mengajar mereka. Tapi mereka ke bank. Jadi, saya sesuaikan dengan materi. Kelas III pernah dua kali. Sebelumnya ke pasar. Karena materinya akuntansi dagang. Jadi, mereka ke pasar langsung,” tutur Widya. 


Ia mengaku menggunakan metode tersebut supaya para siswi setidaknya mendapatkan dua hal: refreshing keluar, dan materi lebih mengena karena langsung ke objek. “Jadi, kalau saya memberi contoh mereka langsung memahaminya dengan baik,” ujarnya bangga.


Widya melihat respons para siswa bagus sekali. Pasalnya, anak pesantren bisa sembari jalan-jalan keluar. “Mereka benar-benar mendapatkan pengalaman baru, ternyata dunia usaha dan dunia kerja seperti itu. Mereka pun punya harapan bahwa besok pengen kerja seperti ini. Besok kalau misalnya saya nggak bisa kuliah bisa melamar di sini atau kalau saya kuliah saya mau ambil jurusan ini dan ini,” paparnya.


Ditanya siapa yang menginspirasi ide tersebut, Widya mengatakan saat kuliah di Malang, Jawa Timur, ia pernah menjabat sebagai Ketua BEM Fakultas Ekonomi Widya Gama Malang. Ia sering melakukan kegiatan serupa. Bahkan, aktivitas model itu telah dimulainya sejak mahasiswa di jurusan dan akhirnya menjadi Ketua BEM Fakultas.


“Saya pikir, itu merupakan langkah bagus yang menambah wawasan anak-anak. Daripada study tour, mereka kalau study excursion selalu ada ilmu yang dibawa pulang. Mereka harus bikin laporan yang akan dipresentasikan. Tidak hanya materi Ekonomi, tapi ada Bahasa Indonesia juga untuk penyusunan laporannya. Di dalamnya juga ada Kimia, Fisika, untuk anak IPA. Untuk IPS arahnya ke Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi,” tuturnya.


Lomba guru berprestasi

Widya mengatakan bahwa inovasinya dalam pembelajaran itu pernah ia ikutkan dalam lomba tingkat Kabupaten Pati dan Provinsi Jawa Tengah. Untuk tingkat Kabupaten Pati, Widya dapat juara I Guru MA Berprestasi. Ia juga menyabet juara III Guru Berprestasi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015.


Meski itu pengalaman pertama, namun bagi dia merupakan pencapaian yang luar biasa. Pasalnya, selain tidak ada pengalaman dan pembinaan dari siapapun, ia mempersiapkan sendiri materi dan segala hal terkait perlombaan. “Kami membuat karya ilmiah sendiri, mempersiapkan segala sesuatunya sendiri. Jadi, itu adalah satu capaian yang luar biasa bagi saya,” tandasnya.


Widya menceritakan, dulunya lomba untuk para guru tersebut menggunakan istilah ‘guru teladan’. Namun, belakangan diubah istilahnya menjadi ‘guru berprestasi’. Adapun mekanisme lombanya adalah para peserta diminta untuk menyusun karya tulis ilmiah dan membuat portofolio berisi aneka kegiatan atau aktivitas yang pernah dilakukan. Misalnya, di sekolah tersebut sang guru selain mengajar juga memiliki tugas lain.


“Alhamdulillah saya pernah jadi koordinator Prodi IPS selama delapan tahun. Lalu, menjadi pembimbing Olimpiade Karya Ilmiah Remaja, pembimbing teater, pembimbing lomba pidato, cerdas cermat, atau lomba debat. Nah, itu dirangkum menjadi satu. Nah, untuk karya ilmiah pertama saya ambil penelitian tindakan kelas (PTK) untuk materi saya sendiri,” ujarnya.


Terkait suka-duka pencapaian prestasi, Widya mengatakan untuk kategori prestasi formal ini ia mengerjakan risetnya sendiri dengan biaya sendiri. Tidak ada supporting bantuan dari pihak manapun termasuk dari madrasah. Meski demikian, Widya akhirnya diberi insentif oleh madrasah lantaran meraih juara I tingkat kabupaten. 


“Walaupun dapat juara I, namun tidak dapat uang pembinaan. Dari Diknas tidak ada hadiah apa-apa selain piala dan sertifikat. Padahal penelitian butuh biaya macam-macam. Tapi nggak apa-apa. Tujuan kami bukan hadiah. Tapi bagaimana saya memiliki karya yang bisa menginspirasi banyak orang,” tegasnya.


Juara tingkat provinsi

Setelah Widya merebut piala juara I tingkat kabupaten pada Maret 2015, ia lalu melaju ke tingkat Provinsi Jawa Tengah pada September di tahun yang sama.


“Ada waktu enam bulan untuk bikin karya ilmiah lagi yaitu karya inovatif. Saya melakukan penelitian lagi. Karena yang dikirim ke tingkat provinsi itu karya inovatif. Bukan PTK. Jadi, melakukan riset lagi,” tuturnya.


Di Kanwil Kemenag Jateng, kontingen Pati beranggotakan sembilan guru dari RA, MI, MTs, dan MA. Mereka didampingi para kepala sekolah dan pengawas. Itu adalah perjuangan yang luar biasa. Pasalnya, dari kesembilan anggota ini belum ada yang berpengalaman ikut perlombaan.


“Tentu segala kebutuhan kami persiapkan diri sendiri. Sampai di sana ketemu para peserta yang rerata PNS. Mereka sudah sering mengikuti kegiatan serupa yang digelar PGRI atau KKM. Sedangkan kami tidak pernah sama sekali. Jadi, mereka itu sudah berpengalaman,” ungkapnya.


Meski demikian, Widya sangat bersyukur dan cukup berbangga. Sebab, nilai karya tulis ilmiahnya mendapat nilai tertinggi, yakni 92, kendati hanya mendapat juara tiga. Juara I dari Kabupaten Demak, dan juara II dari Pekalongan. Kontingen dari dua kabupaten ini yang mewakili Jawa Tengah untuk lomba di Jakarta. 


“Juara satu dan dua nilainya justru di bawah saya. Yang satu 90, satunya lagi 89. Itu nilai karya ilmiahnya. Saya hanya kalah di presentasi. Jadi, karena kurang berpengalaman. Kacaunya lagi di powerpoint. Mestinya sedikit saja. Tapi, punya saya terlalu banyak,” ungkapnya seraya tertawa.


Selain itu, waktunya juga hanya sekitar dua minggu. Meski demikian, ia mengaku bangga bisa mewakili Pati di tingkat provinsi. Ia merasa mendapat banyak sekali ilmu dari kegiatan tersebut. Ia berharap, ke depan bisa mengikuti kegiatan yang sama di tingkat nasional dan meraih juara.


Penulis: Musthofa Asrori

Editor: Fathoni Ahmad

 

=====================

Artikel ini diterbitkan dalam rangka Peringatan Hari Guru 25 November bertema "Berinovasi Mendidik Generasi" oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI