Nasional

Ismail Fajrie Alatas: Kumpulan Fatwa Penting sebagai Sumber Sejarah

Sen, 22 Juni 2020 | 10:10 WIB

Ismail Fajrie Alatas: Kumpulan Fatwa Penting sebagai Sumber Sejarah

Ismail Fajrie Alatas. (Foto: instagram/ifalatas)

Jakarta, NU Online

Habib Ismail Fajrie Alatas menyebut bahwa fatwa sangat penting menjadi sumber dalam kajian sejarah. Pasalnya, fatwa menjadi gambaran fenomena persoalan masyarakat di zamannya.


“Ini bisa menjadi sumber bagi para sejarahwan sosial untuk menggunakannya dalam menulis sejarah,” kata Asisten Profesor Universitas New York, Amerika Serikat itu saat menjadi narasumber pada Bedah Buku Fatwa-Fatwa Habib Salim bin Jindan yang ditulis oleh Ibnu Harish pada Ahad (21/6) malam.


Fatwa ini, menurutnya, penting menjadi salah satu jendela bagi antropolog sejarahwan sosial untuk memahami mentalitas sebuah masyarakat di sebuah zaman. Banyak sejarahwan sosial yang menggunakan fatwa sebagai sumber sejarah yang sangat penting.


Bib Aji, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa meski fatwa tersebut tidak berbicara soal sejarah, tetapi melihat pertanyaan yang ada di sebuah kumpulan fatwa memberikan sebuah penyadaran terhadap pembacanya mengenai permasalahan sebenarnya yang terjadi di zaman itu.


Ruang pertanyaan, katanya, selalu berubah setiap zaman. Pada kumpulan fatwa dari abad ke-16 sampai abad 20, terdapat pertanyaan mirip, tapi juga banyak pertanyaan yang berbeda. Dari situ, Sejarawan bisa melihat perubahan sosial dan mentalitas dalam masyarakat Islam.


Oleh karena itu, ia menegaskan kembali bahwa fatawa (kumpulan fatwa) sebagai sumber penulisan sejarah sangat penting. Karena itu, menurutnya, penting untuk mengangkat fatwa ini ke permukaan.

 

Sebab, terkadang orang yang memahami fatwa itu tidak memiliki konsentrasi di bidang sejarah. Sebaliknya, ada sejarah tetapi tidak menjadikan fatwa sebagai sumbernya. 


“Sumber kaya seperti fatawa tidak digunakan oleh para sejarahwan sebagai sumber sejarah,” katanya.


Sementara itu, Ibnu Harish sebagai penulis buku tersebut mengungkapkan bahwa Habib Salim bin Jindan merupakan ulama yang moderat, terbukti dengan berbagai fatwanya yang tidak ekstrem.

 

Soal penggunaan pantalon, misalnya, yang menyerupai koloni. Ada pandangan yang negatif terhadap hal itu karena sebuah kaul, siapa yang menyerupai kaum maka ia bagian dari kaum tersebut.


“Sikapnya lebih moderat dan membolehkan orang Muslim memakai celana dan sebagainya, mengkritik pandangan yang sampai mengafirkan,” jelas alumnus Pondok Pesantren Darussunnah, Cirendeu, Tangerang Selatan itu.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad