Nasional

Jokowi Harus Contoh Gus Dur dalam Membangun Papua

Sen, 14 Desember 2020 | 04:30 WIB

Jokowi Harus Contoh Gus Dur dalam Membangun Papua

Saat Gus Dur dilengserkan dari kursi kepresidenan pada 2001 lalu, terdapat pernyataan orang Papua yang sangat menarik "Jika Gus Dur dilengserkan dari Presiden Indonesia biar saja menjadi Presiden di Papua." (Foto: Istimewa) 

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Papua Tony Wanggai menyatakan, para pemimpin Indonesia saat ini harus mencontoh kiprah Presiden keempat Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam melakukan pembangunan di Tanah Papua. 

 

Menurut Tony, pendekatan Gus Dur dalam menyelesaikan persoalan konflik sosial-politik di Papua pada 1999-2000 sangat luar biasa. Ia mengungkapkan, Gus Dur adalah presiden yang benar-benar membangun dengan pendekatan hati, cinta kasih, kasih sayang, dan rahmatan lil alamin. 

 

"Ini (Gus Dur) perlu dicontoh oleh para pemimpin kita, khususnya Bapak Presiden (Joko Widodo) dan seluruh kabinetnya harus melakukan pendekatan dengan hati, cinta kasih, kasih sayang, dan rahmat kepada orang Papua,” kata Tony saat diskusi Ziarah Pemikiran bertajuk Gus Dur dan Papua dalam rangkaian agenda Temu Nasional (Tunas) Gusdurian 2020, pada Sabtu (12/12).

 

"Bahwa orang Papua adalah sama-sama ciptaan Tuhan, kita satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa. Jadi pendekatan hati ini sangat penting. Dalam ajaran Kristen, Nasrani, Katolik itu kan ada ajaran cinta kasih. Kalau di dalam Islam disebut rahmatan lil alamin," sambungnya.

 

Lebih lanjut Tony berujar bahwa Gus Dur telah berhasil melakukan pendekatan rahmatan lil alamin dengan mengangkat harkat dan martabat orang Papua. Ditegaskan, dalam membangun Papua, Gus Dur memandang setara antara dirinya dengan orang Papua karena sama-sama ciptaan Tuhan.

 

"Jadi sentuhan Gus Dur sangat psikologis-spiritual sehingga beliau bisa diterima oleh semua tokoh di Papua, sekalipun yang kontra dengan beliau,” ujarnya.

 

Tony teringat saat Gus Dur dilengserkan dari kursi kepresidenan pada 2001 lalu, terdapat pernyataan orang Papua yang sangat menarik. Mereka mengatakan, jika Gus Dur dilengserkan dari Presiden Indonesia biar saja menjadi Presiden di Papua. 

 

"Itu kan bukti bahwa orang Papua sangat cinta kepada Gus Dur. Karena beliau benar-benar membangun Papua dengan pendekatan hati dan cinta kasih," tuturnya.

 

Di samping itu, Gus Dur juga melakukan pendekatan dialogis. Tony ingat bahwa suasana sensi politik pada 1998-2000 sangat tinggi. Saat itu adalah era reformasi dan kebebasan demokrasi. Lalu muncul suara-suara yang berseberangan dari kebijakan nasionalisme Indonesia.

 

"Ketika itu ada suara-suara ketidakpuasaan atau kekecewaan. Seperti memisahkan diri, referendum, dan merdeka. Kemudian ada 100 tokoh datang ke Presiden Habibie untuk meminta pernyataan untuk Papua berdiri sendiri," ungkap Tony.

 

"Tapi saat era Presiden Gus Dur terjadi proses dialog dan lahir win-win solution dengan lahirnya Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua, yaitu UU Nomor 21 Tahun 2001," imbuhnya.

 

Menurut Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) ini, Gus Dur telah mampu membangun dialog personal. Baik dengan tokoh-tokoh yang pro maupun pihak-pihak yang kontra. Tony menegaskan bahwa itulah kehebatan Gus Dur.

 

"Beliau berani bicara langsung dengan tokoh-tokoh yang kontra. Tidak mendengar informasi dari sumber-sumber pihak ketiga. Tetapi langsung bertemu dengan mereka. Beliau mendengarkan semua," ujarnya.

 

Hal tersebut, lanjut Tony, harus menjadi pelajaran bagi para pemimpin negara saat ini. Presiden Jokowi dan seluruh kabinetnya perlu melakukan pendekatan hati dengan dialog secara personal dengan tokoh-tokoh yang berseberangan sekalipun. 

 

"(Sehingga) kita benar-benar tahu akar persoalan apa yang terjadi di Papua. Apa pun permasalahan yang diungkapkan oleh orang Papua kan tidak akan menjadikan Indonesia langsung runtuh. Semua itu dalam rangka mencari solusi. Karena semua persoalan pasti ada solusinya," tegas Tony.

 

"Ketika suara orang Papua didengarkan maka di situ orang Papua merasa dihargai. Walaupun perbedaannya sangat tajam terkait dengan persoalan kenegaraan. Tetapi itulah sebuah demokrasi,” lanjutnya, menegaskan.

 

Sebab, Tony menuturkan, persoalan di belahan Indonesia paling Timur itu bukan saja antara Papua dengan Jakarta tetapi melebar hingga ke permasalahan Internasional. Terdapat banyak kepentingan negara-negara asing terhadap Papua.

 

"Seperti Freeport ada kepentingan Amerika, Inggris, dan berbagai negara yang punya saham di situ. Sehingga Indonesia tidak bisa terlepas dari persoalan geopolitik global atau ekonomi politik global. Jadi pendekatan hati dan dialogis yang telah ditempuh Gus Dur ketika itu, penting untuk dilakukan juga oleh pemimpin saat ini," pungkasnya.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan