Nasional

Kaleidoskop 2023: PBNU Jawab Tantangan Global melalui Sejumlah Konferensi Berskala Internasional

Jum, 29 Desember 2023 | 18:00 WIB

Kaleidoskop 2023: PBNU Jawab Tantangan Global melalui Sejumlah Konferensi Berskala Internasional

Ketum PBNU Gus Yahya dan Presiden Jokowi berfoto bersama dengan para tokoh agama dalam Forum ASEAN IIDC, pada 7 Agustus 2023. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menunjukkan komitmen kuat untuk berperan aktif dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas global dengan mengusung agama sebagai solusi atau jalan keluar.


Komitmen tersebut ditunjukkan melalui sejumlah forum berskala internasional yang digagas PBNU selama tahun 2023. PBNU telah menyelenggarakan tiga agenda internasional yang memperkuat peran globalnya dengan mengundang para pemuka agama dan penganut kepercayaan dari berbagai belahan dunia.


Tiga forum berskala internasional itu adalah Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I, ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue COnference (IIDC), dan R20 International Summit of Religious Authorities (ISORA).


Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I

PBNU telah menggelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I di Hotel Shangri-La, Surabaya pada Senin, 6 Februari 2023 lalu. Pada gelaran tersebut, pembahasan yang diangkat adalah Piagam PBB dalam perspektif syariah.


Muktamar Internasional Fiqih Peradaban diawali dengan Halaqah Fiqih Peradaban yang diluncurkan pada 11 Agustus 2022 di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Halaqah ini digelar di 250 titik di Indonesia.


Konferensi internasional ini menghadirkan para pemikir dan ahli fiqih, serta pemuka agama Islam dunia untuk merumuskan berbagai masalah dengan sudut pandang fiqih.
 

Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I ini menghasilkan piagam rekomendasi yang menyatakan, NU berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fiqih klasik tentang cita-cita untuk menyatukan seluruh umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah harus digantikan dengan visi baru dengan mewujudkan kemaslahatan umat.


Cita-cita mendirikan kembali negara khilafah yang dianggap bisa menyatukan umat Islam sedunia, tetapi dalam hubungan berhadap-hadapan dengan non-Muslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai sebuah aspirasi.
 

Rekomendasi itu juga memuat butir pernyataan bahwa cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia (al-ummah al-islamiyyah) adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik Muslim atau non-Muslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia, anak cucu Adam (ukhuwah basyariyyah).


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikut piagamnya memanglah tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini. Namun, piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia.
 

ASEAN IIDC

PBNU juga menginisiasi forum dialog antaragama dan antarbudaya di tingkat Asia Tenggara. Konferensi itu disebut ASEAN IIDC di Hotel Ritz Carlton Jakarta, pada Senin, 7 Agustus 2023. 


Forum yang mengusung tema ASEAN Shared Civilizational Values: Building an Epicentrum of Harmony to Foster Peace, Security, and Prosperity itu dibuka langsung oleh Presiden RI Joko Widodo.


ASEAN IIDC merupakan bagian dari penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar pada 5-7 September 2023. Forum dialog para pemimpin-pemimpin agama itu menghadirkan puluhan pembicara dengan jumlah partisipan sekitar 200 orang dari kawasan ASEAN, Timor, Leste, dan ASEAN Plus.


Konferensi ini bertujuan memobilisasi dan memfasilitasi para pemimpin budaya dan agama di kawasan ASEAN dalam memupuk prinsip-prinsip dan penghormatan terhadap pluralisme yang sejalan dengan implementasi Deklarasi Budaya Pencegahan ASEAN.


Tak hanya pemuka agama-agama, konferensi ini juga melibatkan organisasi massa dan akar rumput di seluruh kawasan ASEAN dalam membangun konsensus mengenai nilai-nilai dan aturan bersama yang penting untuk dipertahankan.


Konferensi ini menghasilkan poin-poin deklarasi ASEAN IIDC Jakarta 2023 tentang kerja sama antarpemerintah sebagai berikut:


1. Berkomitmen untuk membantu mengembangkan dan menerapkan prakarsa konkret dan kebijakan pemerintah yang akan membangun jembatan saling pengertian dan saling menghormati antara masyarakat dan budaya ASEAN, kawasan Indo-Pasifik, dan dunia pada umumnya;


2. Mengundang pemerintah dan lembaga masyarakat sipil untuk membantu memproyeksikan soft power budaya dan agama ASEAN secara global, melalui Gerakan untuk Nilai-Nilai Peradaban Bersama yang berupaya melestarikan dan memperkuat tatanan internasional berbasis aturan yang didirikan berdasarkan etika universal dan nilai-nilai kemanusiaan;
 

3. Menyatakan dukungan penuh kami terhadap Keketuaan Pemerintah Indonesia di ASEAN 2023, termasuk upaya untuk memastikan agar Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara tetap kredibel, relevan, dan bermanfaat bagi rakyatnya, kawasan, dan dunia pada umumnya, sambil terus berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan kemakmuran;


4. Menyampaikan apresiasi kami kepada Pemerintah Indonesia atas dukungannya dalam menyelenggarakan Konferensi Dialog Antarbudaya dan Antaragama ASEAN (IIDC) sebagai salah satu dari beberapa acara publik yang diadakan di bawah Keketuaan ASEAN Indonesia pada tahun 2023;


5. Menekankan pentingnya mekanisme reguler yang dilembagakan untuk membahas dan mempromosikan kerja sama antarbudaya dan antaragama di Asia Tenggara, dan menjajaki kemungkinan jalan dalam struktur ASEAN untuk membentuk Konferensi Dialog Antarbudaya dan Antaragama ASEAN sebagai forum tahunan, untuk memfasilitasi kerja sama yang sedang berlangsung antara individu, komunitas agama, organisasi masyarakat sipil, outlet media, dan pemerintah di seluruh ASEAN, Negara Anggota ASEAN Plus, dan seterusnya.


R20 ISORA

PBNU menginisiasi forum R20 ISORA yang mengusung tema Peran Agama dalam Mengatasi Kekerasan di Timur Tengah dan Ancaman terhadap Tatanan Internasional Berbasis Aturan di Hotel Park Hyatt Jakarta pada Senin, 27 November 2023. 


Gagasan pelaksanaan R20 ISORA dilatarbelakangi dengan peristiwa di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu. Para pemimpin agama yang tergabung dalam jaringan R20 bersepakat untuk mengadakan sebuah agenda untuk mendorong solusi nyata agar konflik yang terjadi di Gaza dapat diselesaikan dalam waktu sesegera mungkin.


Acara tersebut dihadiri 150 partisipan dari dalam dan luar negeri dengan 27 tokoh agama dan penganut kepercayaan sebagai narasumber.


Melalui konferensi itu, PBNU mendorong agar pemuka agama-agama di dunia bekerja bersama-sama, bukan sekadar melalui imbauan-imbauan, tapi juga memobilisasi pengikutnya untuk bisa ikut menegakkan dan mendorong diterapkannya konsensus internasional sebagai solusi.


Forum tersebut menghasilkan R20 ISORA Call to Action, semacam seruan aksi bersama untuk melakukan tindakan. Berikut adalah naskah lengkap R20 ISORA Call to Action:

 

Sehubungan dengan berkumpulnya para pemimpin agama dari seluruh dunia di Jakarta, Indonesia, pada 27 November 2023, untuk menghadiri R20 Pertemuan Puncak Forum Internasional Otoritas Agama (ISORA), guna membahas Peran Agama dalam Mengatasi Kekerasan di Timur Tengah dan Ancaman terhadap Tatanan Internasional Berbasis Aturan;
 

Sehubungan dengan dibukanya R20 ISORA secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, dan pidato beliau yang menggambarkan pertemuan ini sebagai langkah konkret untuk menjembatani perbedaan di seluruh dunia guna mendorong perdamaian, harmoni, dan kemakmuran;


Mengingat bahwa otoritas keagamaan memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk memastikan bahwa kepercayaan mereka masing-masing berfungsi sebagai sarana untuk saling memahami dan rekonsiliasi, dan bukan sebagai pemicu siklus primordial kebencian, tirani, dan kekerasan yang berbasis identitas;


Mengingat bahwa konsensus internasional yang terwujud dalam Piagam PBB, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyediakan satu-satunya kerangka kerja yang saat ini ada dan layak untuk menyelesaikan konflik berbasis identitas — termasuk konflik antaragama, dan kekerasan yang dilakukan atas nama agama;


Mengingat bahwa kegagalan aktor-aktor global untuk menghormati dan mempertahankan konsensus internasional pasca-Perang Dunia II sebagaimana tertuang dalam kerangka PBB dan UDHR merupakan penyebab utama ketidakstabilan dan konflik di seluruh dunia;


Mengingat bahwa otoritas keagamaan — bertindak dalam pelayanan kepada Tuhan dan kemanusiaan — seharusnya dengan gigih dan tegas bekerja sama untuk memvalidasi, menjaga, dan memperkuat konsensus internasional pasca perang, dan menuntut konsistensi dari semua pihak dalam penerapannya;


Mengingat bahwa upaya ini tidak cukup jika terbatas pada seruan keagamaan semata yang sifatnya tradisional; upaya harus dilengkapi dengan strategi yang disengaja dan berkelanjutan untuk memobilisasi kekuatan kolektif agama — termasuk dukungan orang-orang dari semua agama — dalam gerakan bersama untuk mencapai tujuan mulia ini;


Oleh karenanya, kami mendesak otoritas keagamaan dari setiap agama dan negara untuk menggerakkan kekuatan dan pengaruh komunitas masing-masing agar dapat memengaruhi kalangan pengambil keputusan; menghentikan konflik bersenjata yang melanda Timur Tengah, Eropa, Afrika Sub-Sahara, dan wilayah lain di dunia; serta mengembangkan mekanisme dialog dan negosiasi yang efektif, yang memungkinkan penyelesaian konflik-konflik tersebut secara damai.