Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kalangan pesantren, terutama para santri dianggap dapat berperan penting menangkal pemikiran dan gerakan radikalisme di tengah-tengah masyarakat. Pasanya para santri sejak dini dibekali pemahaman Islam yang menerima perbedaan memahami perbedaan.
Hal itu diungkapkan oleh pengasuh pondok pesantren Motivasi Indonesia Bekasi, KH Nurul Huda. "Sebagai kelompok yang identik dengan pesantren, santri merupakan salah satu kelompok keagamaan dengan selalu membawa Islam sebagai agama perdamaian," katanya, kepada NU Online, pada Sabtu (19/10).
Kiai yang akrab disapa Ayah Enha ini menerangkan, Islam memiliki tujuan yang selaras dengan tujuan universal umat manusia yakni sebagai rahmat untuk semesta alam atau dalam Bahasa santri kerap dikenal dengan rahmatan lil 'alamin. Artinya, keberadaan Islam berfungsi untuk kebaikan seluruh umat manusia tanpa ada dikotomi keyakinan.
Ia melanjutnkan, pesan santri dalam menyebar paham keagamaan yang moderat saat ini di rasa semakin fundamental, mengingat ini, pesatnya penyebaran paham radikalisme di dalam kalangan masyarakat Indonesia, termasuk melalui jendela media sosial.
Untuk itu, pengurus Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) ini mengimbau agar para santri yang selama ini identik dengan kitab kuning dan kajian-kajian keislaman, agar lebih aktif ‘turun gunung’ untuk berdakwah di media sosial. "(Sebab) Paham radikalisme akhir-akhir ini sudah sangat subur menyebar melalui jalur media sosial," katanya.
Kiai jebolan Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri ini mengharapkan santri di era kekinian tidak berhenti melakukan dakwah melalui masjid ke masjid atau dari majelis ke majelis. "Dakwah lewat mimbar keagamaan atau katakanlah ceramah secara langsung itu memang perlu dan harus terus dipertahankan, tapi santri saat ini harus memperlebar ruang dakwah dengan masuk ke jalur media sosial," kata kiai berdarah Betawi kelahiran Klender, Jakarta Timur ini.
Menurutnya, kombinasi dakwah harus digiatkan oleh santri. Artinya, ceramah secara langsung yang konvensional itu mesti direkam, dipublikasi ke media sosial, dan disebar sebanyak-banyaknya. Maka, perlu diatur berbagai strategi dakwah agar mampu menyesuaikan zaman.
"Nah, kalau yang demikian itu sudah bisa dilakukan oleh santri sekarang, saya jamin paham radikalisme yang tersebar di media sosial sehingga mempengaruhi pemikiran masyarakat di dunia nyata itu akan terkikis habis," lanjutnya.
Momentum Hari Santri 2019, lanjutnya, harus benar-benar bisa dimanfaatkan oleh kaum santri untuk mengembangkan berbagai keahlian, kreativitas, dan potensi di segala bidang.
"Menjadi santri itu berarti menjadi Indonesia. Menjadi Indonesia itu berarti merasa bangga dengan adat dan budaya ketimuran yang santun. Menjunjung tinggi budaya ketimuran yang santun itu berarti sudah harus mampu menangkal, mengikis, dan menyingkirkan paham radikalisme yang jelas bertolak belakang dengan keindonesiaan kita, keindonesiaan kaum santri," pungkasnya.
Kekhawatiran akan bahaya radikalisme-terorisme merupakan keresahan semua orang. Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka, H Maman Imanulhaq mengatakan bahwa radikalisme yang berujung aksi terorisme telah mewabah dan menjadi musibah. Paham-paham kekerasan itu telah masuk dalam berbagai aspek kehidupan dan profesi. Sehingga berbagai aksi terorpun mereka lakukan, baik berupa aksi berkelompok maupun lone wolf.
Aturan yang tegas diperlukan
Ia mengatakan, bahwa pemerintah bias mengantisipasi dan mengatasinya dengan menerapkan aturan yang baik dengan penegakan hukum yang tegas. “Saya kira regulasi yang sudah ada seperti UU Nomor 5 Tahun 2018 tinggal dikuatkan dan diimplementasikan. Yang lebih penting lagi program pencegahan harus lebih massif, terencana, terprogram di masing-masing lembaga dan institusi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Maman, penindakan juga harus dilakukan secara tegas terhadap mereka yang terpapar radikalisme. Menurutnya, pencegahan dan penindakan harus dilakukan karena para pengikut radikalisme dan terorisme juga terus melakukan upaya untuk menyebarkan paham dan ideologinya ke segala lapisan masyarakat.
“Pemerintah harus lebih tegas lagi. Saya sepakat pencegahan radikalisme itu penting dilakukan. BNPT harus melakukan upaya pencegahan mulai dari hilir sampai hulu. Begitu juga Polri harus intensif melakukan penindakan. Jangan memberikan celah sedikit pun paham dan ideologi kekerasan ada dan berkembang di Indonesia,” tuturnya.
Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang mudah terpapar radikalisme. Mulai dari ekonomi, sosial, pemahaman agama, dan lain-lain. Untuk itu, untuk mencegah radikalisme sampai ke akarnya, pendekatan secara ekonomi, pelibatan tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain.
Kiai Maman mengungkapkan, kasus terakhir penusukan Menko Polhukam Jenderal (purn) Wiranto telah menyadarkan masyarakat bahwa paham atau ideologi radikalisme ini sudah masuk secara massif dan sistematis ke semua kalangan dan lapisan masyarakat. Mulai dari pelajar, mahasiswa, dosen, birokrat, ASN, bahkan Polri dan TNI pun juga sudah tersusupi paham-paham negatif tersebut
“Bentengi anak dan keluarga kita, mulai dari lingkungan keluarga maupun lingkungan pendidikan agar tidak terpapar radikalisme,” tutur Kang Maman, panggilan karib Kiai Maman.
Ia menegaskan, bahwa radikalisme itu telah menghilangkan sisi kemanusiaan, sehingga rasa empati dan nilai persaudaraan itu menjadi hilang. Itu terjadi karena mereka telah mendapat doktrin kekerasan, takfiri, jihad yang salah. Ironisnya, ada tokoh-tokoh yang menyudutkan pemerintah dengan menuduh bahwa aksi terorisme itu adalah rekayasa.
“Tuduhan rekayasa pada penusukan Pak Wiranto menjadi bukti bahwa kelompok radikal sudah kehilangan rasionalitas dan kemanusiaan. Mereka sangat keji dan biadab. Tidak ada bukti bahwa itu rekayasa harus dibuktikan baik dari sisi medis maupun kronologis yg bisa ditelusuri oleh aparat,” tukasnya.
Untuk itu, ia mengajak seluruh anak bangsa untuk tidak mudah terpangaruh ajakan atau provokasi yang tidak berdasar dari kelompok radikalisme. Selain itu, ia juga menyarankan agar tidak mudah percaya konten-konten yang bersumber dari media sosial (medsos) atau internet. “Lebih baik sebarkan konten-konten Islam ramah, Islam damai, dan Islam toleran, saat beraktivitas di medsos,” ajaknya.
Kang Maman menilai, radikalisme itu berasal tetapi pemahaman yang sempit, keliru, dan menyesatkan. Dari pemahaman yang sempat itulah,radikalisme muncul. Ia menegaskan, Islam mempunyai arti keselamatan dan perdamaian. Nilai dan spirit Islam adalah perdamaian dan toleransi. Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dakwah Islam menyebarkan kasih sayang dan kebaikan serta rahmatan lil alamin.
Pewarta: Aruelgete
Editor: Ahmad Rozali
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menghadapi Ujian Hidup dengan Ketakwaan
2
Khutbah Jumat: Menghindari Buruk Sangka kepada Tuhan dan Sesama
3
Ini Link Download Logo Hari Santri 2024
4
Khutbah Jumat: Larangan Bekerja Sama dalam Kemaksiatan
5
Khutbah Jumat: Mari Memuliakan Tamu
6
Timnas Garuda, Bahrain, dan Politik Timur Tengah
Terkini
Lihat Semua