Nasional

Kejati DKI: Restorative Justice Hanya Bisa Dilaksanakan Jika Ada Maaf dari Korban

Sab, 18 Maret 2023 | 06:00 WIB

Kejati DKI: Restorative Justice Hanya Bisa Dilaksanakan Jika Ada Maaf dari Korban

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menegaskan restorative justice hanya bisa dilakukan jika ada maaf dari korban, yaitu dalam kasus penganiayaan ini adalah David. (Foto: ilustrasi NU Online)

Jakarta, NU Online

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyansah menjelaskan, restorative justice (keadilan restoratif) hanya dapat dilaksanakan apabila ada pemberian maaf dari korban atau keluarga korban.

 

Pernyataan itu diungkapkan Ade sebagai klarifikasi atas penawaran restorative justice dalam penyelesaian kasus penganiayaan Crystalino David Ozora yang disampaikan Kepala Kejati DKI Jakarta Reda Manthovani, Kamis (16/3/2023) kemarin. 

 

"Jika tidak ada (pemberian maaf dari korban atau keluarga korban) otomatis tidak ada upaya restorative justice dalam tahap penuntutan," ucap Ade melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (17/3/2023).

 

Sampai saat ini, pihak keluarga David akan terus menempuh jalur hukum agar para tersangka dapat dijerat hukuman yang setimpal. Dengan kata lain, tak ada kata damai bagi tersangka penganiayaan, Mario Dandy Satrio dan Shane Lukas serta perempuan 15 tahun berinisial AG. 

 

Tidak adanya pemberian maaf dari pihak korban atau keluarga David, maka peluang untuk para tersangka diberikan penghentian penuntutan melalui restorative justice sudah tertutup. Sebab hingga saat ini, korban mengalami luka serius dan belum sadarkan diri dengan sempurna.

 

"Karena menyebabkan akibat langsung korban sampai saat ini tidak sadar/luka berat, sehingga ancaman hukumannya lebih dari batas maksimal restorative justice dan menjadikan penuntut umum untuk memberikan hukuman yang berat atas perbuatan yang sangat keji," kata Ade.

 

Ia juga memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pernyataan Kajati DKI Reda Manthovani yang ramai menjadi perbincangan publik. Menurut Ade, Reda mencoba memberikan peluang diversi kepada AG sebagai anak berkonflik dengan hukum.

 

"Semata-mata hanya mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak, oleh karena perbuatan yang bersangkutan (AG) tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban," jelasnya.

 

Namun, lanjut Ade, apabila korban dan keluarga tidak memberikan upaya damai khusus terhadap pelaku anak AG yang berkonflik dengan hukum, maka upaya restorative justice tidak akan dilakukan.

 

Ade juga menerangkan soal maksud kehadiran Kajati DKI Jakarta bersama tim penuntut umum di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta untuk menjenguk David dan bertemu keluarganya.

 

"Kehadiran Kajati DKI Jakarta dan tim penuntut umum di rumah sakit semata-mata ungkapan rasa empati sebagai penegak hukum sekaligus memastikan bahwa perbuatan para terdakwa sangat layak untuk diberi hukuman yang berat," katanya.

 

Sebelumnya, Kajati DKI Reda Manthovani memberikan pernyataan berupa penawaran restorative justice dalam proses penyelesaian kasus penganiayaan yang menimpa David, putra pengurus Gerakan Pemuda Ansor Jonathan Latumahina itu.

 

"Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak, itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban," kata Reda kepada wartawan, usai menemui keluarga David, Kamis (16/3/2023).

 

Di depan awak media, ia juga menjelaskan soal penggunaan langkah restorative justice. Jika memang korban tidak menginginkan restorative justice, maka proses hukum akan terus bergulir.

 

 

"Proses restorative justice dilakukan apabila kedua belah pihak menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan perkara ini. Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya," ucap Reda.

 

Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Syakir NF