Nasional MUNAS KONBES NU 2023

Ketika Kiai Aniq Muhammadun Berhati-Hati dalam Memutuskan Hukum

Sel, 19 September 2023 | 00:30 WIB

Ketika Kiai Aniq Muhammadun Berhati-Hati dalam Memutuskan Hukum

Rais Syuriyah PBNU KH Aniq Muhammadun saat memberikan pandangannya di Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah Munas Alim Ulama NU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Senin (18/9/2023). (Foto: NU Online/Kholil)

Jakarta, NU Online 
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Aniq Muhammadun terlihat sangat berhati-hati dalam memutuskan hukum optimalisasi tata kelola dan manfaat dam haji.


Hal itu tampak saat Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (18/9/2023) malam.


Di antara pertanyaan yang diajukan dalam tema tersebut adalah: Bolehkah melaksanakan penyembelihan dan atau pendistribusian dam jamaah haji di Indonesia?


Menjawab pertanyaan tersebut, para pembahas mengajukan pandangan dari lintas mazhab, tidak hanya Syafi'i, melainkan juga Hanafi dan Maliki.


Dalam mazhab Hanafi, misalnya, penyembelihan harus dilakukan di Tanah Suci, tidak boleh di luar. Namun, perihal distribusinya boleh dilakukan di mana saja. Sementara dalam mazhab Syafii, tidak diperbolehkan penyembelihan kecuali di Tanah Suci. Ada pula yang mengutip pandangan mazhab Maliki yang menyebut bahwa penyembelihan boleh dilakukan di mana saja.


Dari situ, beberapa mubahitsin, peserta bahtsul masail, berpandangan bahwa boleh dilakukan penyembelihan dam di Indonesia dan dagingnya juga disebar di Indonesia.


Memperkuat pandangan tersebut, daging dam yang bisa melimpah mengingat ada ratusan jamaah haji di Indonesia bisa menjadi pendorong untuk mengatasi stunting. Sebab, hal itu menjadi problem masa kini.


Namun, Kiai Aniq dengan halus menolak pendapat tersebut. Menurutnya, pengutipan dalil dari Imam Malik tersebut tidak tepat. Pasalnya, hal tersebut ditujukan bukan untuk dam hajinya, melainkan dam atas pelanggaran haji.


“(Pandangan) Mazhab Maliki (dam boleh di luar tanah haram) berangkat dari bukan Tamattu’,” ujar kiai asal Pati, Jawa Tengah ini.


Ada pula qaul yang tidak kuat yang bisa dijadikan pijakan dalam kebolehan penyembelihan dam dan distribusinya di Indonesia. Menanggapi pandangan ini, Kiai Aniq tegas mengatakan bahwa hal tersebut hanya boleh dilakukan untuk personal, bukan secara komunal. Sementara jawaban yang dirumuskan dalam bahtsul masail ini tentunya untuk publik.


Qaul syadz hanya untuk personal,” terang Pengasuh Pondok Pesantren Manbaul Ulum, Pakis, Tayu, Pati, Jawa Tengah itu.


Sementara itu, KH Najih Bukhori menyampaikan bahwa kambing yang disembelih di Arab Saudi berasal dari Australia dan dagingnya disebar ke Afrika. Jika dibolehkan disembelih di Indonesia, tentu memberikan keuntungan dobel bagi warga Indonesia.


“Kalau disembelih di Indonesia yang laku kambing Indonesia dan yang menikmati daging warga Indonesia,” kata anggota Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) itu.


Merespons hal tersebut, Kiai Aniq dengan lembut menyebut bahwa Indonesia sangat kaya. Karenanya, hal ini tidak dalam keadaan darurat sehingga tidak diperlukan penggunaan dalil yang lemah apalagi sampai talfiq.


Menanggapi respons Kiai Aniq, Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Musthofa menyampaikan bahwa PBNU pernah memutuskan suatu hukum dengan talfiq. Hal ini dilakukan dalam menetapkan hukum kebolehan zakat fitrah dengan mata uang setempat.


“Zakat fitrah pakai uang itu talfiq,” ujar penulis kitab Tuhfatul Qashi wad Dani itu.


Namun, Kiai Aniq berkukuh dengan pandangannya agar tidak menggunakan pendapat lemah dan tidak talfiq juga. Sebab, hal ini berkaitan dengan etika juga. Menurutnya, Indonesia masih sangat kuat, tidak dalam kondisi darurat. Karenanya, penyembelihan dam di Indonesia masih tidak diperlukan.


“Etika Indonesia harus dipakai,” pinta kiai yang studi di Madrasah Mathali’ul Falah Kajen, Pati, Jawa Tengah itu.


Berkat pandangan-pandangannya itu, seluruh mubahitsin sepakat bahwa dam tidak boleh dilakukan di Indonesia dan tidak perlu didistribusikan di Indonesia.