Nasional

Ketua LP Ma’arif NU Soroti Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia

Jum, 8 Oktober 2021 | 16:00 WIB

Ketua LP Ma’arif NU Soroti Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia

Ketua LP Ma’arif NU, KH Z Arifin Junaidi. (Foto: Tangkapan layar TVNU)

Jakarta, NU Online
Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), KH Z Arifin Junaidi, menyoroti rendahnya angka kemauan (willingness) membaca masyarakat Indonesia.


Hal tersebut ia sampaikan saat mengisi seminar nasional bertajuk Literasi Numerasi di Sekolah Menyongsong Era Industri 4.0 sekaligus peluncuran Program Organisasi Penggerak (POP) Tingkat SD, Jumat (8/10/2021). 


Secara sederhana, kata dia, literasi dapat diartikan sebagai keterampilan kognitif. Keterampilan kognitif kemudian terbagi dua, yakni kemampuan (ability) dan kemauan (willingness). Melansir data dari Kemendikbudristek, Kiai Arifin menyebutkan bahwa angka buta huruf di Indonesia sendiri hanya sebesar 1,75 persen.


Angka tersebut, lanjut dia, menunjukkan bahwa kemampuan literasi (membaca dan menulis) sudah cukup baik. Berbanding terbalik, minat atau kemauan literasi masyarakat justru berada di kategori yang rendah. Dari skala 0-100, ia berada di poin 50. 


“Ini termasuk poin yang rendah di dalam kemauan untuk baca dan tulis. Karena itu, kemudian perpustakaan sepi, tidak diminati, karena tidak ada kemauan untuk membaca,” papar Kiai Arifin. 


Rendahnya minat baca dan tulis masyarakat, menurut dia, memiliki dampak yang buruk. Rendahnya minat baca ini yang kemudian menumpulkan nalar kritis dan mendorong masyarakat masuk ke dalam jurang penyebaran hoaks.


“Orang sekarang, baca (sebaran info) grup WhatsApp tanpa membaca sumber yang kredibel, langsung menyebarkan. Dia tidak mau mencari sumber apakah benar atau tidak yang ditulis itu, tapi langsung disebarkan,” ujar kiai kelahiran Kendal ini.


Hal tersebut sejalan dengan rendahnya tingkat keterampilan numerasi di tengah masyarakat. Kiai Arifin mencontohkan, bagaimana masyarakat termakan hoaks pada peristiwa Monas (212) yang menyebutkan bahwa sebanyak 11 juta masa berkumpul di sana. 


 “Tapi kemudian, ada orang yang mengitung berapa area yang dipakai, lalu semeter perseginya diisi berapa orang. Itu nggak sampai satu juta. Nah, itu artinya numerasi kita rendah,” tuturnya. 


Kiai Arifin menyebutkan, di tengah upaya menggenjot keterampilan literasi dan numerasi pelajar Indonesia dalam menyongsong era industri 4.0 dan percepatan teknologi yang masif, LP Ma’arif juga tetap mengukuhkan pendidikan karakter yang selama ini sudah menjadi salah satu ciri khas dan keunggulan lembaga pendidikan tersebut. 


“Kalau di Ma’arif, selain menggejot literasi numerasi, kita juga menggenjot akhlakul karimah. Selama ini, keunggulan sekolah Ma’arif di karakternya. 18 karakter yang diterapkan sebagaimana kurikulum 2013 itu, sudah ngelotok (di luar kepala),” terangnya. 


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori