Nasional

Ketua RMI PBNU: Pesantren Muncul karena Kebutuhan Masyarakat

Kam, 9 Maret 2023 | 16:30 WIB

Ketua RMI PBNU: Pesantren Muncul karena Kebutuhan Masyarakat

Ketua RMI PBNU, KH Hodri Arief (Foto: dok NU Online)

Jakarta, NU Online

Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hodri Arief menyampaikan, asal muasal berdirinya pesantren adalah karena kebutuhan masyarakat. Kemunculan pesantren bukan didesain dengan sengaja. 


"Pesantren muncul bukan by design, lebih karena kebutuhan masyarakatnya," kata Kiai Hodri pada FGD Pemetaan 100 Pesantren Tua di Indonesia, di Jakarta, Kamis (9/3/2023). 


Kemunculan pesantren, terang dia, biasanya berawal dari masjid atau mushala, atau lahir dari pengajian yang disimpulkan dengan kitab kuning. 


"Pesantren muncul ketika seseorang berguru pada orang yang alim dan yang mereka yakini memiliki ilmu pengetahuan yang memadai. Dari situ kemudian berkembanglah tempat-tempat belajar, yang familiar disebut pesantren," ungkap dia. 


Ia mencermati, ada semangat tarekat secara tidak langsung dalam tradisi pesantren, yakni hubungan kepercayaan antara santri dengan guru. Sehingga kiai menjadi role model bagi para santri. 


"Nah, ini sangat kuat. Ketika para santri pulang ke kampung halaman mereka tetap menjaga hubungan dengan para kiai dan guru-guru mereka. Relasi ini nyaris tidak ditemukan di lembaga-lembaga di luar pesantren," ucapnya. 


Selanjutnya, terang dia, pesantren memiliki kekhasan dari segi pengajaran, yakni berbasis kitab kuning. Semangat menjaga amaliyah keagamaan melalui turats ini yang menjadi jembatan penghubung santri kepada gurunya. 


"Jadi, peran kiai dan ajaran yang berbasis kitab kuning ini mengandung semangat tarekat yang sangat kuat dalam tradisi pesantren," jelasnya. 


Pesantren dalam UU 18/19
Sementara pesantren dalam UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren memiliki tiga fungsi, yaitu institusi pendidikan, institusi dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Maka dapat dipahami pesantren adalah lembaga pendidikan dan sosial keagamaan. 


"Ini merupakan fakta yang tidak bisa ditolak dan dinafikan dari tradisi pesantren," kata Kiai Hodri. 


Ia menilai kemungkinan besar fakta soal kepesantrenan lebih banyak dipahami oleh kalangan non santri dibanding insan pesantrennya. 

 

Sebut saja, Martin van Bruinessen. Antropolog kelahiran Schoonhoven, Belanda ini mengenal dengan baik kondisi umat Islam di Indonesia, bahkan ia telah mengunjungi banyak pesantren dan bertemu dengan banyak ulama. 


"Martin Van Bruinessen nyaris lebih paham soal ini dibanding santrinya sendiri," kata dia. 


Ia mensinyalir apa yang ada di pesantren, yang dialami oleh kiai dan para santri seringkali tidak dimunculkan secara teoritis melainkan dijalani begitu saja. 


"Itu yang membuat orang-orang seperti Martin lebih memahami pesantren dibanding santri dan kiai itu sendiri," imbuhnya. 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan