Nasional

Ketum PBNU Ingatkan Kader NU Patuh dan Tak Khianati Ulama

Sab, 30 September 2023 | 14:30 WIB

Ketum PBNU Ingatkan Kader NU Patuh dan Tak Khianati Ulama

Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat memberi pengarahan dalam peluncuran dan Sosialisasi Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) di Jawa Barat, Jumat (30/9/2023). (Foto: YouTube NU Jabar Channel)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengingatkan kepada seluruh kader dan warga Nahdlatul Ulama untuk senantiasa mematuhi para ulama. Kepatuhan itu diwujudkan dengan kesiapan membantu para ulama dalam menjalankan tugas-tugasnya.


“Kalau kiai mengajar, kita santri tekun mendengarkan ajaran-ajarannya. Kalau kiai bekerja untuk masyarakat, kita santri-santri siap sedia menyingsingkan lengan baju untuk membantu kiai-kiai kita,” katanya saat memberi pengarahan dalam peluncuran dan Sosialisasi Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) di Jawa Barat, Jumat (30/9/2023).


“Tidak ada tawar-menawar, kita ikuti kiai-kiai kita. Siap mengikuti Kiai NU? Siap mendukung Kiai NU? Siap patuh kepada Kiai NU?. Alhamdulillah,” tanyanya kepada jamaah yang disambut dengan jawaban ‘siap’.


Penegasan untuk patuh kepada para kiai lanjut Gus Yahya menjadi hal yang penting karena saat ini, seluruh warga NU memasuki masa-masa di mana kesetiaan, tekad, dan baiat sebagai kader akan diuji oleh sejarah.


“Kita tidak boleh berkhianat dari baiat yang telah kita ucapkan. Kita tidak boleh bergeser sedikit pun dari kiadah para ulama Ahli Sunah Wal Jamaah yaitu ulama-ulama Nahdlatul Ulama,” tegasnya pada acara yang disiarkan langsung oleh kanal YouTube NU Jabar Channel.


Maka ketika ulama-ulama NU menyatakan bahwa negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bersendikan Bhinneka Tunggal Ika maka itu menjadi sebuah keputusan yang final.


“Final. Kita tidak boleh melirik apapun selain itu. Kita tidak akan pernah berpikir untuk mencari yang lain selain itu. Dan kita tidak akan pernah berdamai dengan siapapun yang tidak mau mengikuti Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, UUD 45, dan Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.


Prinsip ini harus dipegang teguh dan tidak boleh tergoyahkan hanya karena materi, jabatan, dan kekuasaan. Terlebih pada masa memasuki pesta demokrasi lima tahunan pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislatif pada 2024.


Gus Yahya pun menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama merupakan organisasi para ulama Ahlusunah Wal Jamaah (Aswaja) di Indonesia sebagai wadah konsolidasi para ulama. NU bukan sekadar organisasi penganut mazhab saja. Namun, Nahdlatul Ulama adalah organisasi harakah (pergerakan).


“Nahdlatul Ulama ini adalah gerakan para ulama,” tegas Gus Yahya.


NU adalah gerakan yang mewujudkan apa yang menjadi kiprah dan tradisi para ulama Nusantara. Para ulama bukan hanya para pengabdi ilmu dan hanya menekuni ilmu-ilmu saja. Akan tetapi, para ulama terbukti oleh sejarah menjalankan peran mengasuh, mendampingi, dan mengayomi umat (ri’ayatul ummah).


“Para ulama ini memandang umat ini dengan cara pandang rahmah, dengan cara pandang yang penuh kasih sayang, dengan cara pandang yang siap untuk mengambil tanggung jawab mengupayakan maslahat bagi umat,” tandasnya.


Dalam mendirikan NU, para ulama sudah sejak awal memikirkan tentang gerakan yang sistematis dalam cakupan yang luas, bukan hanya di lingkungan masing-masing ulama itu saja tetapi dalam cakupan Indonesia.