Nasional

Ketum PBNU: Tidak Ada Satu pun Capres-Cawapres Atasnamakan NU

Sab, 2 September 2023 | 16:15 WIB

Ketum PBNU: Tidak Ada Satu pun Capres-Cawapres Atasnamakan NU

​​​​​​​Ketum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya/kedua dari kiri), saat memberikan keterangan pers di Kantor PBNU Jakarta, Sabtu (2/9/2023). (Foto: LTN PBNU)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) memastikan tidak ada satupun calon Presiden atau wakil Presiden atas nama Nahdlatul Ulama (NU).

 

“Jangan ada calon mengatasnamakan NU. Kalau ada calon itu atas nama kredibilitasnya, atas nama perilakunya sendiri-sendiri bukan atas nama NU," kata Gus Yahya dalam keterangan persnya di Kantor PBNU Jakarta, Sabtu (2/9/2023).


Secara struktural, kata Gus Yahya, NU maupun kiai-kiai NU juga tidak akan memberikan dukungan kepada calon tertentu.

 

"Kalau ada klaim, kiai-kiai NU merestui itu sama sekali tidak betul. Selama ini tidak ada pembicaraan terkait calon Presiden atau wakil Presiden," kata Gus Yahya.


Kalau pun ada warga NU yang ingin mencalonkan diri; Gus Yahya mempersilakan untuk bisa berjuang lewat partai politik bukan lewat NU.


"Orang tahu NU ini punya warga banyak sekali. Survei Alfara 52,9 persen populasi Muslim Indonesia mengaku NU," kata dia.


Saat ini, warga NU juga sangat cerdas sehingga tidak bisa lagi ditarik-tarik untuk memenuhi ambisi calon tertentu. 


"Mindset NU ini dulu dianggap kayak kebo (kerbau). Ini menghina sekali padahal warga NU ini sudah cerdas mereka sudah bisa menilai orang. Kami tidak mau NU ini dicocok-cocok hidungnya dibawa ke sana kemari,” kata dia.


Gus Yahya juga memastikan bahwa keputusan Muktamar NU, sebagai lembaga tidak akan ikut dukung mendukung dan juga tidak akan jadi kompetitor dalam politik.


Politik Kebangsaan Warga NU
Terkait pedoman politik warga NU, Rais Aam PBNU 1999-2014, KH A Sahal Mahfudh saat Rapat Pleno PBNU September 2013 di Pondok Pesantren UNSIQ Al-Asy’ariyah Kalibeber, Wonosobo, Jawa Tengah mengungkapkan politik kebangsaan warga NU.


Dalam politik kebangsaan berarti NU, kata Kiai Sahal, harus istiqamah dan proaktif mempertahankan NKRI sebagai wujud final negara bagi bangsa Indonesia. Politik kerakyatan antara lain bermakna NU harus aktif memberikan penyadaran tentang hak-hak dan kewajiban rakyat, melindungi dan membela mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari pihak manapun.


"Etika berpolitik harus selalu ditanamkan NU kepada kader dan warganya pada khususnya, dan masyarakat serta bangsa pada umumnya, agar berlangsung kehidupan politik yang santun dan bermoral yang tidak menghalalkan segala cara," ungkap Kiai Sahal.

 

Dengan menjaga NU untuk bergerak pada tataran politik tingkat tinggi inilah, jalinan persaudaraan di lingkungan warga NU dapat terpelihara.