Nasional

KH Abdul Chalim Leuwimunding Diusulkan Bergelar Pahlawan Nasional

Ahad, 30 April 2023 | 14:00 WIB

KH Abdul Chalim Leuwimunding Diusulkan Bergelar Pahlawan Nasional

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pada Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional KH Abdul Chalim Leuwimunding di Islamic Center Surabaya, Sabtu (29/4/2023). (Foto: istimewa)

Surabaya, NU Online
Pendiri NU kelahiran Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat, KH Abdul Chalim diusulkan menerima gelar Pahlawan Nasional. Usulan ini berdasarkan salah satunya karena bersama KH Wahab Chasbullah, Kiai Abdul Chalim terlibat aktif di awal-awal pendirian NU di Surabaya. KH Abdul Chalim juga memiliki jasa besar  menanamkan cinta tanah air dan mendidik pemuda untuk memiliki jiwa patriotisme melalui pendidikan formal Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan di Surabaya.


"Jasanya  sangat besar baik saat revolusi, merebut kemerdekaan, awal kemerdekaan maupun saat mengisi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) lewat pemikiran, pergerakan, perjuangan keagamaan, kebangsaan, pendidikan, sosial, politik dan ekonomi saat itu," kata Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat menghadiri dan membuka Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional KH Abdul Chalim Leuwimunding di Islamic Center Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/4/2023). 


Semasa hidupnya, lanjut Khofifah, KH Abdul Chalim Leuwimunding konsisten mendedikasikan diri untuk membangun pendidikan bangsa. Salah satunya melalui gerakan lembaga pendidikan sosial dan politik bernama Taswirul Afkar (kebangkitan pemikiran).


Selain itu KH Abdul Chalim Leuwimunding juga menggagas Nahdlatul Wathan (kebangkitan bangsa) yang menjadi cikal bakal tonggak sejarah patriotisme cinta tanah air khususnya bagi anak muda. 


"Hari ini kita menggelar seminar pengusulan calon Pahlawan Nasional bagi KH Abdul Chalim Leuwimunding. Kegiatan ini sebagai bagian dari syarat pengusulan gelar Pahlawan Nasional," kata Gubernur Khofifah.


Dijelaskan Gubernur Khofifah siapa saja yang akan mengusulkan warga negara untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional hanya diberikan kepada mereka yang sudah wafat. Sebab, salah satu syarat untuk menjadi keputusan dewan gelar adalah bahwa di dalam masa hidupnya penuh dengan perjuangan dedikasi kepada bangsa dan negara tanpa cacat. 


"Karena tanpa cacat hanya bisa diketahui kalau sudah wafat tapi kalau kita ingin menjaga keshalehan tidak berarti bahwa karena kita berharap jadi pahlawan maka dijaga terus, tidak demikian, tapi karena memang kita ingin semuanya menjadi penghuni surga Allah," jelasnya. 


Menurutnya, KH Abdul Chalim Leuwimunding layak dicalonkan sebagai Pahlawan Nasional karena melalui gerakan pemikiran yang tidak hanya di bidang agama, melainkan juga dari sisi pendidikan sosial, ekonomi dan politik. Semua itu, kata Khofifah, dilakukan untuk menanamkan jiwa patriotisme cinta tanah air melalui lembaga pendidikan bernama Taswirul Afkar atau kebangkitan pemikiran. 


"Beliau melihat bahwa akar anak muda harus terbangun nasionalismenya. Pikiran ini digagas oleh Kyai Wahab Hasbullah tapi implementasinya adalah KH Abdul Chalim. Setelah ditanam ide itu seorang KH Abdul Chalim berpikir bahwa cinta tanah air juga sebagian dari iman. Itu bisa diketahui dari syair syair yang dibuat dalam bahasa Arab di awal tahun 1900-an," jelasnya. 


Tidak hanya itu, Gubernur Khofifah mengatakan bahwa KH Abdul Chalim Leuwimunding juga turut berperan bagi bangsa Indonesia dengan mengimplementasikan lembaga pendidikan bernama Nahdatul Wathan atau kebangkitan bangsa. Meskipun, kata dia, populernya lembaga tersebut di Nusa Tenggara Barat (NTB), sebenarnya pelembagaan itu sudah ada di Kota Surabaya. Maka inilah urgensinya kenapa ada seminar di Surabaya sementara pengusulannya oleh Pemkab Majalengka, Jawa Barat. 


"Nandur (menanamkan) bagaimana cinta tanah air dan yang dibangun adalah cinta tanah air khususnya bagi anak-anak muda dan itu sudah ada di Surabaya sejak awal 1900-an," tuturnya. 

 

Gubernur Khofifah menegaskan bahwa seminar ini, selain diselenggarakan di Majalengka dan Jakarta, seminar ini harus dilakukan di Surabaya supaya jejak seorang KH Abdul Chalim Leuwimunding semakin kuat dan layak untuk dicalonkan sebagai Pahlawan Nasional. 


"Jadi nanti timnya agak komprehensif untuk menelusuri jejak-jejak perjuangan dan bangunan cinta tanah air yang ditanamkan oleh seorang Kiai Abdul Chalim Leuwimunding," tegasnya. 


Agar catatan sejarah KH Abdul Chalim Leuwimunding dan peran Nahdatul Ulama semakin kuat, Gubernur Khofifah meminta seluruh pihak yang terlibat, memberikan penguatan melalui narasi tentang NU dan peran perjuangan beliau. 

 

"Oleh karena itu mereka yang menjadi narasumber bisa memberikan penguatan konten itu karena tidak semua punya catatan dan tidak semua jejak kejuangan beliau terdokumentasikan," pesannya. 

 

Menurutnya, penting untuk segera menuliskan atau mencatat sejarah NU dan KH. Abdul Chalim Leuwimunding. Sebab, kalau tidak dicatat, orang lain bisa menghilangkan catatan-catatan sejarah tersebut, mereduksi bahkan kemudian bisa membalikkan. Selain itu, menegaskan bagaimana sejarah Nahdlatul Ulama dan KH Abdul Chalim Leuwimunding dalam perjuangan-perjuangan revolusioner, menjelang kemerdekaan dan pascakemerdekaan. 


"Bagaimana harmonius partnership di negeri ini turut disumbangkan Nahdlatul Ulama untuk merekat, merajut dan membangun harmoni. Peran KH Abdul Chalim sangat kuat dikenal sebagai pendamai," pungkasnya. 


Sementara itu, Pengasuh Pesantren Amanatul Ummah sekaligus putra dari KH Abdul Chalim Leuwimunding, Prof KH Asep Saifuddin Chalim menceritakan asal mula sang ayah diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Bermula pada tanggal 15 Maret 2023 lalu setelah memberikan pengajian di Cirebon, Kiai Asep didatangi Kepala Dinas Sosial Kabupaten Majalengk yang meminta izin kepada Kiai Asep untuk berkenan mengizinkan sang ayah, KH Abdul Chalim Leuwimunding diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.


"Kita orang NU ini biasanya tidak perlu dengan gelar-gelar Pahlawan Nasional. Tetapi di satu sisi sosok beliau juga dibutuhkan untuk generasi berikutnya," ujarnya. 

 

Mendengar tawaran tersebut, Kiai Asep menegaskan bahwa usulan gelar Pahlawan Nasional untuk sang ayah harus shalat istikharah terlebih dahulu. "Saya tidak pernah memikirkan itu karena memang bagi saya tentu harus istikharah dulu. Apakah beliau (KH Chalim) mengizinkan," ucapnya. 


Akhirnya, kata Kiai Asep, doa itu terwujud setelah Kepala Dinas Sosial Majalengka datang kembali ke Mojokerto; meminta Kiai Asep dan anaknya menjadi pembicara dalam seminar usulan nama KH Abdul Chalim Leuwimunding sebagai Pahlawan Nasional. 


"Saya berterima kasih karena ini berarti jawaban daripada istikharah sekaligus dalam rangka menjadi teladan kepada generasi berikutnya maka kami merespon itu sebaik-baiknya. Kami mohon dukungan dan doanya agar niat baik ini diberi kelancaran," imbuhnya. 


Wakil Ketua Pengarah Tim Peniliti Pengkaji Gelar Daerah, H Dodo Suhendar menambahkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah memiliki tim peneliti dan pengkaji gelar daerah yang bertugas untuk melakukan penelitian, pengkajian, memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur Jawa Barat terhadap calon Pahlawan Nasional yang akan diusulkan dari Jawa Barat ke Pemerintah Pusat. 


"Nanti Pemprov Jabar akan menyampaikan ke Kementerian Sosial untuk selanjutnya dibahas oleh tim pengkaji dan politik gelar Pahlawan tingkat Nasional," ucapnya.

 

Tim ini, lanjut Dodo, telah menyusun agenda secara akademis melalui pengumpulan data dan informasi terkait riwayat perjuangan baik melalui pencarian dan penulisan dokumen wawancara dengan pihak keluarga para tokoh dan pihak lainnya konsultasi dan pemerintah pusat dan termasuk mengikuti penyelenggaraan seminar nasional. 

 

"Kami berharap dengan proses seminar yang ketiga ini maka akan didapatkan informasi atau bukti yang lebih lengkap tentang kiprah KH Abdul Chalim Leuwimunding yang sangat-sangat berjasa dan banyak aktivitasnya baik segi keagamaan, sosial, politik dan tentu juga ekonomi," ungkapnya. 


Sebagai informasi KH Abdul Chalim lahir tanggal 2 Juni 1898. KH Abdul Chalim meninggal dunia pada 11 April 1972 kemudian dimakamkan di kompleks Pesantren Sabilul Chalim Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat. 


Diskusi dan seminar dipimpin oleh Ahmad Zuhri, dengan narasumber KH As'ad Said Ali, Prof Reiza D Dienaputra, Prof H Abd Halim dan H Muhammad Al-Barra.


Turut hadir Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Sekdaprov Jatim Adhy Karyono, dzurriyat KH Hasyim Asy'ari yakni KH Irfan Yusuf Hasyim Asy'ari, dzurriyat KH Wahab Hasbullah yakni Nyai Hj Mahfudzoh Wahab Chasbulloh, Ketua PWNU Jawa Barat KH Juhadi Muhammad, Kepala  Dinsos Provinsi Jawa Barat sekaligus sebagai Wakil Ketua Pengarah Tim Peneliti Pengkaji Gelar Daerah, H Dodo Suhendar.


Editor: Kendi Setiawan