Nasional

KH Miftachul Akhyar: Barokah Tidak Dapat Diminta

Sel, 5 Oktober 2021 | 09:45 WIB

KH Miftachul Akhyar: Barokah Tidak Dapat Diminta

Rais 'Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Barokah mempunyai makna penambahan kebaikan (ziyadatul khair). Barokah merupakan proses semakin bertambah baiknya seseorang setiap waktu. Perihal barokah, Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa barokah adalah sesuatu yang tidak bisa diminta.


“Barokah itu artinya ziyadatul khair, tambahnya kebaikan. Barokah itu tidak bisa diminta. Sebetulnya harus masing-masing melakukan amal shaleh itu biar barokah,” tutur Kiai Miftach dalam pengajian kitab Al-Hikam pada dikutip NU Online dari TVNU, Selasa (5/10/2021).


Kiai Miftach menyampaikan suatu kisah terkait tamu yang sowan seraya meminta barokah kepadanya. “Kalau saya dimintai barokah, ‘saya nggak punya barokah’. Umpama punya itu, ya saya pakai sendiri,” kelakar pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut.


Sowan sebagai bentuk tabarukan, jelas Kiai Miftach, merupakan perilaku kebaikan. Dan hal tersebut sudah otomatis menjadi sarana yang dapat menyertai orang yang sowan untuk mendapatkan kebaikan.


“Sowan ke kiai itu dapat barokah. Karena apa? Perilaku sowan ke kiai itu perilaku kebaikan. Paling tidak, dia mendapatkan taushiyah, mendapatkan mauidhoh, mendapatkan petunjuk. Itu barokah semuanya. Tanpa ia minta itu sudah dapat barokah atas perbuatannya,” pungkasnya.


Lebih lanjut, kiai kelahiran 1953 tersebut menjelaskan bahwa sebesar apapun masalah yang dimiliki seseorang, ia akan tuntas saat bersowan ke kiai. Hal tersebut sangat jelas seraya ia mengomparasikan dengan bagaimana suatu masalah bisa selesai dengan secangkir kopi.


“Bagaimana tidak? Kan, ada kata-kata yang sering kita dengar: dalam secangkir kopi saja memberikan kebaikan. Kan, banyak orang ketika melihat wajah ulama saja sudah terjawab urusan hidup kita,” terangnya.


Tentang sowan, Kiai Miftach juga menuturkan bersowan sendiri merupakan tindakan yang sudah ada sejak zaman Rasulullah. Ketika dulu seorang perempuan ditinggal oleh sebagian banyak kerabatnya yang syahid di medan perang. Kemudian perempuan datang kepada Rasulullah untuk bersowan terkait kesusahan hatinya pasca ditinggal para kerabatnya.


“Tapi begitu dia disowankan ke Rasullullah, belum mendapat penjelasan apapun, selesai. Kesedihannya terjawab,” kata putra KH Abdul Ghoni tersebut.


“Saya taruhlah kalian menanggap ada sedikit yang saya katakan, bukan karena kepandaian saya, bukan karena kesregepan saya, tapi ini karena berkah. Doanya guru, orang tua. Itu ndak ada yang lain-lain. Kalau yang lain-lain itu kecil,” imbuhnya.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa

Editor: Fathoni Ahmad