Nasional

Kiai Maruf Jelaskan Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional

Rab, 17 Mei 2017 | 13:01 WIB

Tangsel, NU Online
Ketua Umum MUI KH Maruf Amin mengatakan, ada orang yang berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara bank syariah dan bank  konvensional. Padahal keduanya memiliki banyak perbedaan prinsip yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Mereka berpendapat, perbedaan di antara keduanya hanya bersifat pelabelan semata seperti yang satu karyawannya berjilbab, sementara yang satu lagi tidak. Yang satu mengucapkan, assalamu ‘alaikum dan yang satunya lagi mengatakan selamat pagi kepada nasabah.

Kiai Maruf menjelaskan, ada perbedaan mendasar yang membedakan sebuah bank syariah dan konvensional. “Saya katakan, bedanya (bank syariah dan konvensional) seperti langit ketujuh dan sumur bor,” kata Kiai Maruf.

Hal ini disampaikan oleh Kiai Maruf saat menyampaikan pidato kunci dalam acara seminar nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah dengan tema Tantangan dan Peluang Pasar Keuangan Syariah di Indonesia di Kampus II UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Rabu (17/5).

Perbedaan keduanya, lanjut Kiai Maruf, bisa pada tataran teknis seperti karyawannya berpakaian secara Islami maupun pada tataran yang substansial seperti praktik pengelolaan dana dan proses pengolahannya.

“Karena banyak karakteristiknya yang beda. Beda prosesnya,” ucapnya.

Lebih jauh, ia mengumpamakan perbedaan kedua bank itu dengan orang yang berhubungan badan dan melahirkan seorang anak. Menurutnya, jika ada seseorang yang melakukan hubungan badan tanpa menikah terlebih dahulu dan melahirkan seorang anak tentu berbeda hukum dan status anaknya dengan mereka berhubungan badan dengan proses akad nikah.

“Ada orang kumpul. Yang satu dengan qabiltu nikahaha dan yang satu kumpul kebo, lalu keluarlah anak. Ini beda,” kata cicit Syekh Nawawi Al-Bantani itu.

Ridha antara pihak laki-laki dan perempuan yang tidak menikah seperti contoh ini tidak menjadikan sesuatu menjadi halal. Karena kalau dengan ridha sesuatu menjadi halal, maka zina akan dianggap halal. Begitupun dengan praktik bank konvensional.

“Ridha itu syarat dalam akad. Tetapi tidak menjadikan sesuatu menjadi halal,” kata Kiai Maruf. (Muchlishon Rochmat/Alhafiz K)