Nasional

Kiai Said Aqil Siroj Jelaskan 5 Rahasia dalam Bacaan Ta’awwudz 

Jum, 1 April 2022 | 14:30 WIB

Kiai Said Aqil Siroj Jelaskan 5 Rahasia dalam Bacaan Ta’awwudz 

Mustasyar PBNU KH Said Aqil Siroj. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online 
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan beberapa rahasia membaca ta’awudz, yaitu lafal a’udzubillâhi minasy syaithânir rajîm (aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk). Penjelasan itu disampaikan dalam pengajian rutinan Tafsir Mafatihul Ghaib yang digelar di Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Jakarta, pada Kamis (31/3/2022) malam.

 

Pertama, membaca ta’awwudz merupakan bentuk upaya seorang hamba meminta pertolongan kepada Allah swt agar dijauhkan dari godaan syaitan. Sebab itu, menjadi penting  bagi setiap Muslim yang ingin melaksanakan ibadah seperti membaca Al-Qur’an, untuk membaca ta’awwudz terlebih dulu, supaya sebelum melakukan ibadah benar-benar terhindar dari gangguan syaitan.

 

Kedua, dalam ta’awwudz yang disebutkan adalah lafal ‘Allah’, bukan menggunakan nama Allah yang lain sebagaimana terdapat dalam asma’ul husna. Sebab, lafdzul jalalah (Allah) lebih efektif dalam mencegah seorang hamba dari perbuatan maksiat daripada nama-nama Allah yang lain.

 

Saat mengucapkan a’udzu billah, ujar Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu, artinya seseorang sedang mengucapkan a’udzu bil qadiril ‘alimil hakim (saya berlindung kepada Tuhan yang maha kuasa, maha mengetahui, dan maha bijaksana).

 

“Ibarat seorang penegak hukum yang menghadapi sebuah kasus. Berkuasa saja belum cukup, tahu saja belum cukup, dan bijaksana saja juga belum cukup. Harus memiliki ketiganya, ya kekuasaan (otoritas), ya tahu persoalan yang dihadapi, dan bijaksana dalam memutuskan,” ucap Ketua Umum PBNU periode 2010-2021 itu.

 

Ketiga, dalam ta’awwudz terdapat kata ‘syaitan’ yang artinya ‘syathana’ (jauh dari Allah) sebagai karakter buruk. Karakter ini berbeda dengan orang seorang hamba yang taat, yaitu ‘qarib’ (dekat dengan Allah) sebagai sifat baik. Sementara salah satu sifat Allah adalah ‘qarib’ (Dzat yang maha dekat).

 

“Dengan sifat itu, ketika seorang Muslim membaca ta’awwudz, berarti dia ingin lebih dekat dengan Allah dan menjauhi syaitan,” kata kiai kelahiran Ciebon, Jawa Barat itu.

 

Keempat, bacaan ta’awwudz hanya diperuntukkan bagi orang yang hendak membaca Al-Qur’an, tidak untuk ibadah yang lain. Sebab, mulut seorang hamba kadang sudah terkena ‘najis’ (maknawi) yang disebabkan berkata bohong, mengadu domba, menggunjing orang lain, dan sebagainya.

 

“Karena itu, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk membaca ta’awwudz agar mulutnya kembali suci sebab akan digunakan untuk membaca kalam Allah (Al-Qur’an) yang suci pula,” terang Kiai Said.

 

Kelima, ketika seorang Muslim membaca ta’awwudz, berarti dirinya merasa lemah dan tak kuasa untuk menjauh dari godaan syaitan. Perasaan ‘lemah dan tak kuasa’ inilah yang menjadi salah satu inti dari penghambaan kepada Allah agar lebih dekat dengan-Nya.

 

“Siapa yang mengaku dirinya tidak mampu, di sisi lain dia mengakui bahwa Allah maha mampu, maka dialah hamba sejati,” pungkas Kiai Said.

 

Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Aiz Luthfi