Tegal, NU Online
Sebagai santri zaman milenial harus merubah cara berpikir lama menuju cara berpikir yang maju dan kekinian sesuai dengan tuntutan perubahan zaman serta era digitalisasi.
”Santri dan orang NU sekarang harus merubah cara berpikirnya. Kalau dulu orang berpikir tidak kaya tidak apa-apa yang penting berkah, pedoman ini salah besar. Orang NU harus kaya, mapan manfaat dan berkah. Orang NU harus punya himmah dan azimah yang tinggi. Sudah saatnya orang NU sebagai pemberi zakat, bukan orang yang berhak mendapatkan zakat dan sedekah," tandasnya
.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dalam ceramahnya pada Wisuda Khotmil Qur’an, Sabtu (7/3) malam di Pesantren Dar Al-Qur’an Al-Islamy Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah asuhan KH Abdullah Ubaid Mahfudz.
Kiai Said mencontohkan tokoh-tokoh Islam dunia sejak zaman nabi sampai dengan para pendiri Jam'iyah Nahdlatul Ulama justru memiliki cara berpikir dan hidup berkecukupan namun dermawan dan memiliki akhlak mulia.
Dengan penguasaan sejarah yang mumpuni Kiai Said memaparkan kesejarahan dunia Islam sekaligus menampilkan tokoh-tokoh Islam yang wajib jadi panutan orang Islam khususnya warga NU pada masa sekarang.
"Sahabat Utsman bin Affan adalah jutawan yang tidak segan–segan menyumbangkan hartanya untuk fakir miskin. Syekh Abdul Qodir Al-Jilani adalah tokoh kaya yang sangat dermawan dan hari ini kita jangan jadi orang miskin apalagi kikir," tegasnya.
"Mbah Hayim As’ari dan Mbah Wahab Hasbullah adalah saudagar kaya yang siap mengorbankan hartanya untuk perjuangan. Untuk itu pedoman kita harus kita ubah, kita harus jadi orang sukses dunia agar mampu dan lapang dalam beramal, ini yang namanya azimah tinggi," imbuhnya.
Pengasuh Ponpes As-Tsaqofah itu menambahkan, pentingnya mempelajari Al-Qur’an bagi santri, dengan Al-Qur'an Rasulullah SAW mengubah cara berpikir kaum Jahiliyah serta membangun peradaban Islam. Untuk itu santri minimal harus mengkhatamkan Al-Qur’an sebagai bagian dari ikhtiar awal mempelajari Al-Qur’an.
“Al-Qur’an sebagai pedoman harus menjadi ilmu yang wajib dipelajari santri sejak dulu sampai sekarang. Untuk itu kita jangan mengaku santri kalau tidak mau mempelajari Al-Qur’an dan bukanlah pesantren kalau tidak mengajarkan Ilmu Al-Qur’an di dalamnya," imbuhnya.
Ketua Panitia Khotmil Qur’an Muhammad Masykuri kepada NU Online menuturkan, acara khotmil qur’an digelar rutin tiap dua tahun sekali dan tahun ini peserta wisuda mencapai 45 santri putri dan 18 santri putra.
Kontributor: Saiful Bahri, Nurkhasan
Editor: Abdul Muiz