Nasional

Kiai Zawawi Imron Ungkap Rasa Iman adalah Sumber Kenikmatan Hidup

Rab, 6 Oktober 2021 | 13:30 WIB

Kiai Zawawi Imron Ungkap Rasa Iman adalah Sumber Kenikmatan Hidup

Kiai dan budayawan D Zawawi Imron. (Foto: dok istimewa)

Jakarta, NU Online
Iman yang dimiliki seorang Muslim bisa menjadi sarana dan sumber lahirnya aneka macam kenikmatan. Nikmat adalah rasa nyaman yang tumbuh dalam hati, sehingga seseorang dapat merasakan hidup itu menjadi nikmat, indah bermanfaat, hidup itu menjadi aman, hidup itu menjadi santun dan kita menjadi senang.


Kiai yang juga budayawan asal Sumenep Madura, KH D Zawawi Imron mengatakan hal itu saat mengisi Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa beberapa waktu lalu.


Orang yang benar-benar beriman kepada Allah swt yakin bahwa yang menciptakan alam semesta itu tidak lain adalah Allah. Mereka juga beriman bahwa bumi yang dihuni manusia, jika dilihat dari ujung dunia --jikalau ada yang namanya ujung dunia itu-- bumi akan menjadi titik yang kecil sekali.


“Kemudian saya, bapak moderator, semuanya akan menjadi kecil, yang besar hanyalah Allah swt. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar," kata Kiai Zawawi.


Kiai Zawawi mengingatkan, jika meneliti keadaan alam semesta, pasti manusia akan sadar bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan, ada yang menjaga detak jantung di malam hari ketika tidur.


“Kita tidak perlu meminta tolong kepada siapa-siapa agar jantung kita tetap berdetak dan berdegup, tetapi ada yang menjaganya. Kalau kita sadar, detak jantung ini ada yang mengaturnya, ada yang mendetakkan arloji detak jantung kita, pasti kita akan merasa dekat kepada Allah swt,” ungkapnya.


Tanda keimanan Muslim
Lalu bagaimana tanda atau bukti bahwa seorang Muslim telah sungguh-sungguh beriman? Kata Kiai Zawawi, orang yang beriman kepada Allah, akan tampil dengan selalu menyenangkan orang lain.


Orang yang baik hatinya, bersih hatinya, hatinya dekat dengan Allah swt sehingga hatinya merasa aman, tenteram, dan santun. Tenteramnya hati juga akan berpengaruh kepada akhlak serta tata krama, dan tingkah lakunya.


“Bukan hanya senang sendirian. Tapi, dia akan menjadi orang yang akan menyenangkan orang lain. Sebab, kalau orang beriman dan hatinya menjadi sumur kenikmatan, dia pasti akan menghormati orang lain. Orang yang demikian, tidak akan cemberut kepada orang lain. Ia justru akan bersedekah kepada orang lain dengan senyuman,” ujarnya.


Hal itu, kata Kiai Zawawi sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Senyummu terhadap saudaramu, senyummu terhadap temanmu (Kalau guru, senyummu terhadap muridmu. Kalau suami, senyummu terhadap istrimu. Istri, senyummu terhadap suamimu) adalah sedekah,” terangnya.


Menjadi orang yang beriman, dengan demikian, juga harus disyukuri. Sebab, dengan tersenyum saja sudah disebut sedekah oleh Rasulullah saw.


“Karena itu, supaya menjadi orang yang nikmat dalam beriman, banyak-banyaklah dalam bersedekah kepada orang yang kita jumpai dengan senyuman yang menenteramkan, senyuman yang indah,” imbuh Kiai Zawawi.


Sebaliknya, ekspresi cemberut adalah sebuah tanda seseorang yang tidak senang kepada orang lain. Hal itu berbeda dengan orang yang beriman lalu dapat menikmati hidup. Golongan orang yang merasakan nikmatnya iman akan selalu merasa bersaudara dengan orang lain.


“Karena merasa bersaudara dengan orang lain ada komunikasi lewat pandangan mata kita, atau tepatnya melalui bibir kita yang mekar laksana bunga. Jadi, bibir yang mekar laksana bunga itulah senyuman,” beber tokoh yang dikenal dengan sebutan 'Celurit Emas' ini.


“Senyuman yang dihaturkan kepada orang lain dengan hati yang bersih dan ikhlas akan menjadi komunikasi yang indah dengan orang yang memandangnya. Tentu saja orang lain yang kita beri sedekah dengan senyuman juga akan tersenyum kepada kita,” pungkasnya.


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori