Nasional

Kongres Ulama Perempuan Indonesia II Digelar November Mendatang, Kawin Paksa Masuk dalam Pembahasan

Jum, 16 September 2022 | 10:20 WIB

Kongres Ulama Perempuan Indonesia II Digelar November Mendatang, Kawin Paksa Masuk dalam Pembahasan

KUPI yang awalnya adalah kegiatan sebuah kongres kemudian alami transformasi menjadi sebuah gerakan yang mengakar di tengah masyarakat (Foto: Nyai Badriyah Fayumi)

Jakarta, NU Online 
Setelah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) berhasil digelar pertama kali di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al Islamy, Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, tahun 2017, KUPI akan kembali diselenggarakan di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah, pada 23-26 November 2022.


“KUPI II mengambil tema 'Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan',” kata Ketua Majelis KUPI, Nyai Hj Badriyah Fayumi, dalam keterangannya, Jumat (16/9/2022).


KUPI yang awalnya adalah kegiatan sebuah kongres kemudian alami transformasi menjadi sebuah gerakan yang mengakar di tengah masyarakat. Hal itu, bagi dia, menjadi momentum historik yang menyatukan inisiatif-inisiatif komunitas dan lembaga-lembaga yang bergerak pada pemberdayaan perempuan.


“Mereka yang bergerak itu adalah kalangan akademisi, aktivis organisasi keislaman, praktisi pemberdayaan di akar rumput, bahkan para aktivis gender,” jelas dia.


Ia menerangkan, pada KUPI II nantinya akan diadakan musyawarah keagamaan KUPI yang akan membahas dan memutuskan fatwa tentang lima isu krusial.

 

Pertama, adalah peran perempuan dalam merawat bangsa dari ekstremisme. Kedua, pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga untuk keberlanjutan lingkungan.


“Yang ketiga, perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan. Keempat, perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan,” terang pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Quran wal Hadis, Kota Bekasi, Jawa Barat itu.


Sedangkan yang kelima, lanjut dia, perlindungan perempuan dari bahaya tindak pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan. Bukan hanya itu, isu-isu keadilan gender Islam, melalui tokoh-tokoh KUPI, juga diserap media-media populer yang mainstream di Indonesia.


“Kelahiran KUPI, juga sekaligus seperti membuka jalan bagi membanjirnya berbagai konten kreatif isu-isu keadilan gender Islam, yang sebelumnya sangat minim, bahkan bisa dibilang tidak tersedia,” ujar Wakil Sekjen MUI Pusat itu.


Lebih lanjut, ia menjelaskan, tujuan besar KUPI di antaranya, merumuskan paradigma pengetahuan dan gerakan transformatif KUPI, termasuk metodologi perumusan pandangan dan sikap keagamaannya mengenai isu-isu aktual.


Isu-isu tentunya didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, akhlakul karimah, konstitusi Indonesia dan perundang-undangan yang berlaku serta pengetahuan dan pengamalan perempuan.


“Begitu juga dengan merumuskan sikap dan pandangan keagamaan ulama perempuan Indonesia mengenai isu-isu aktual tertentu terkait hak-hak kaum perempuan,” imbuh Nyai Badriyah.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin