Nasional

Korupsi di RI Masih Menggurita, Lakpesdam PBNU Jelaskan 2 Pendekatan untuk Mengatasinya

Kam, 18 Agustus 2022 | 19:30 WIB

Korupsi di RI Masih Menggurita, Lakpesdam PBNU Jelaskan 2 Pendekatan untuk Mengatasinya

Ketua Lakpesdam PBNU, H Ulil Abshar Abdalla. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Korupsi menjadi persoalan di negeri ini yang tak kunjung selesai. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa pada tahun 2021 terdapat 1.282 jumlah perkara korupsi dengan total terdakwa 1404 orang. 


Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ulil Abshar Abdalla mengatakan, terdapat dua pendekatan untuk mengatasi korupsi yang sudah sangat menggurita di Indonesia.


Pertama, melalui pendekatan nilai kebudayaan dengan cara memberikan pendidikan, penyadaran, serta perubahan cara pandang kepada masyarakat. Kedua, perlu melakukan atau membuat aturan-aturan untuk sungguh-sungguh mencegah dan menangkal tindak pidana korupsi. 


“Tapi itu semua sudah dilakukan oleh negara (pemerintah) meskipun ada naik-turun di dalam proses pembentukan dan pelaksanaan undang-undang mengenai korupsi di negeri ini. Tapi itu semua sudah dikerjakan,” ungkap Gus Ulil kepada NU Online, Kamis (18/8/2022).


Meski begitu, ia tetap merasa heran karena korupsi masih terus berjalan walaupun sudah ada aturan yang ketat. Bahkan, semua orang juga telah mengutuk perbuatan korupsi tetapi perbuatan yang dianggap sebagai tindakan jahat itu tetap saja masih terjadi. 


Menurut Gus Ulil, ada fenomena menarik tentang korupsi. Semua orang, mulai dari masyarakat sipil hingga pejabat tinggi negara sepakat bahwa korupsi adalah kejahatan yang harus diberantas. Hal ini menjadi kesepakatan politik, sosial, dan kultural di dalam masyarakat Indonesia. Namun pada kenyataannya, praktik korupsi tetap berjalan. 


“Kesenjangan antara konsensus di tingkat kesadaran, konsensus di tingkat nilai dan kenyataan sosial itu mengganggu sekali. Mestinya kan kalau ada konsensus seperti ini, terwujud dalam tindakan. Mestinya kan kalau ada konsensus, itu bisa terwujud dalam tindakan. Ini membingungkan. Ini disebut confusing phenomenon (fenomena yang membingungkan),” ujar Gus Ulil. 


Ia berkeyakinan, perlu ada diskusi lebih dalam mengenai upaya pencegahan korupsi ini. Sebab tidak cukup jika hanya dilakukan pada level aturan-aturan pencegahannya saja. Terutama soal kesenjangan antara konsensus normatif dengan kenyataan sosial yang terus-menerus ditandai dengan korupsi yang semakin merajalela. 


Selama ini, banyak orang yang menyalahkan demokrasi terbuka sebagai sumber korupsi yang semakin meluas karena ada praktik money politics atau pencucian uang. Lebih-lebih soal ongkos demokrasi yang mahal sehingga berujung pada tindakan korupsi. 


“Kita mendorong penguatan peran KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tetapi di sisi lain kita mesti melihat masalah ini secara lebih mendalam. Ada hal-hal yang sifatnya sistemik menyangkut praktik-praktik korupsi di Indonesia yang tidak bisa didekati hanya dari masalah undang-undang tetapi juga perlu penelaahan yang lebih mendalam,” katanya. 


Gus Ulil memastikan, Lakpesdam PBNU sangat mendukung upaya untuk mencegah tindak pidana korupsi, baik di tingkat publik secara umum maupun pada internal di dalam tubuh NU itu sendiri.


“PBNU sudah meneken dan membuat kerja sama dengan KPK untuk melakukan pendidikan antikorupsi ini. Lakpesdam akan mendukung itu semua,” pungkas Gus Ulil.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad