Nasional

Kritik ISNU untuk RUU Cipta Kerja Omnibus Law

Sel, 25 Februari 2020 | 11:20 WIB

Kritik ISNU untuk RUU Cipta Kerja Omnibus Law

Ketua Umum PP ISNU, Ali Masykur Musa. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) Ali Masykur Musa mengkritik Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja karena sasarannya terlalu luas, yakni sampai masuk pada wilayah pendidikan. Sementara tujuan omnibus law hanya tiga, yaitu investasi, debirokratisasi, dan ketenagakerjaan.

"Draf RUU Cipta Kerja Omnibus Law menurut saya menyasar di banyak aspek, salah satunya pendidikan. Ini menurut saya tidak tepat tujuan, sasaran, dan instrumen," kata Cak Ali di Gedung PBNU, Selasa (25/2), usai mengisi Diskusi Panel RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Pendidikan masuk pada Omnibus Law RUU Cipta Kerja bagian keempat tentang Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan dan Persyaratan Investasi Paragraf 1 Umum Pasal 27 huruf K tentang Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut Cak Ali, kalau pengaturan ketenagakerjaan juga menyasar pada dunia pendidikan, maka akan mendatangkan persoalan baru, khususnya pada lembaga pendidikan yang berada di lingkungan NU.

"Ini mungkin tidak seksi, tapi buat NU, ini berhubungan langsung," katanya.

Sementara salah satu kekuatan NU, sambungnya, adalah dalam hal pendidikan, baik formal maupun informal seperti pesantren. Oleh karena itu, NU juga perlu mencermati isi RUU tersebut.

Selain itu, katanya, masuknya pendidikan pada RUU tersebut tidak sesuai dengan semangat UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab mencerdaskan rakyatnya. Hal itu sebagaimana tertera pada UUD 1945 pasal 31.

Menurut pria yang menjadi Anggota BPK RI periode 2009–2014 ini, kalau pendidikan nantinya diarahkan pada pengaturan usaha, maka akan muncul komersialisasi pendidikan yang ujungnya pendidikan dikuasai oleh pemilik modal.

"Jadi nanti perguruan tinggi, lembaga-lembaga pendidikan bisa dikuasai oleh pemilik modal. Jadi menurut saya, menyasarnya itu terlalu luas, dan ini tidak tepat," pungkasnya.

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Fathoni Ahmad