Nasional

Kuatnya Energi Spiritual Kantor HBNO Saat Kunjungan PBNU

Kam, 17 Februari 2022 | 19:30 WIB

Kuatnya Energi Spiritual Kantor HBNO Saat Kunjungan PBNU

Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO), Jalan Bubutan VI/2 Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

Surabaya, NU Online
Kunjungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) se-Indonesia di kantor Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO), Jalan Bubutan VI/2 Surabaya, Jawa Timur, memberikan sentuhan magis.


Pasalnya, gedung tersebut sarat akan sejarah NU, seperti Kongres Pertama Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO/ kini Gerakan Pemuda Ansor) hingga perumusan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf tak menampik bahwa energi spiritual yang memenuhi tempat perumusan pendirian NU itu sedemikian kuat. Karenanya, ia berharap energi itu dapat mengilhami seluruh jajaran pengurus.


"Semoga kehadiran kita di tempat ini sungguh bisa mengilhami dan merasuki kita," katanya saat memberikan sambutan di gedung tersebut pada Kamis (17/2/2022).


"Kita semua kerasukan energi spiritual yang ditemukan di tempat ini untuk terus mewarnai NU dalam kedudukan dan keadaan apapun juga terus berkhidmah selama hayat dikandung badan," lanjutnya.


Gus Yahya, sapaan akrabnya, mengatakan, para pendiri NU tidak punya kemewahan posisi politik dan modal keuangan yang melimpah. Menurutnya, para pendiri hanya mengandalkan kesetiaan agama.


"Modal itu terbukti mengantarkan kita semua sampai pada capaian besar hingga titik hari ini, 99 tahun kemudian," ujarnya.


Oleh karena itu, apabila berpikir, bermimpi tentang masa depan yang lebih baik, kecanggihan Saifullah Yusuf tidak ada artinya, kekayaan Haji Mardani tidak ada harganya. "Hatta (sampai) kedudukan politik yang ditempati KH Ma'ruf Amin dan lainnya saat ini tidak ada gunanya apabila modal yang diandalkan pendiri tidak dipegang secara teguh bersama-sama," tegasnya.


"Keikhlasan niat, kecintaan kepada agama, kesetiaan kepada sanad ilmu kita," tambah Gus Yahya menyebut modal pendiri NU.


Ia menegaskan juga bahwa tidak ada artinya jika benih yang dulu ditanam para pendiri NU telah tumbuh menjadi pohon rindang dengan buah-buahan begitu banyak dinikmati manis oleh banyak orang tidak terus dipelihara.


"Tidak boleh hanya sibuk memanennya, kita harus memelihara kesentosaan itu. Kita harus menanam bibit pohon yang sama sebanyak-banyaknya," pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin