Nasional

LBM PBNU Samakan Pemulasaran Jenazah Pasien Covid-19 dengan Umumnya Jenazah

Ahad, 22 Maret 2020 | 07:45 WIB

LBM PBNU Samakan Pemulasaran Jenazah Pasien Covid-19 dengan Umumnya Jenazah

Tidak ada yang membedakan, karena jenazah pasien Covid-19 juga manusia yang mendapat anugerah karamah insaniyah (martabat kemanusiaan) sebagaimana firman Allah SWT, Surat Al-Isra ayat 70.

Jakarta, NU Online
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) tidak membedakan pemulasaran jenazah pasien Covid-19 dengan pemulasaran jenazah pada umumnya. LBM PBNU menilai jenazah pasien Covid-19 memiliki kedudukan dan perlakuan sama dengan jenazah muslim pada umumnya.

Adapun pemulasaran jenazah meliputi pemandian, pengafanan, penshalatan, dan penguburan jenazah. Pemulasaran jenazah merupakan kewajiban bagi umat Islam Islam terhadap umat Islam yang telah meninggal dunia.

“Tidak ada yang membedakan, karena jenazah pasien Covid-19 juga manusia yang mendapat anugerah karamah insaniyah (martabat kemanusiaan) sebagaimana firman Allah SWT, Surat Al-Isra ayat 70,” kata Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna di Jakarta, Ahad (22/3) siang.

Jenazah Muslim pasien Covid-19 wajib dimandikan, dikafankan, dishalatkan, dan dimakamkan. “Mereka berhak mendapatkan perlakuan yang sama seperti jenazah muslim pada umumnya,” kata Kiai Sarmidi.

LBM PBNU mendasarkan pandangannya pada keterangan dari Kitab Al-Majmu' Syarhul Muhadzab karya An-Nawawi dan Kitab Sullamut Taufiq karya Syekh Salim Al-Hadhrami.

“Memandikan mayit adalah fardhu kifayah secara ijma’. Makna fardhu kifayah adalah apabila kewajiban itu sudah dilakukan oleh orang/kelompok yang dianggap mencukupi, maka gugurlah tanggungan bagi yang lain. Jika sama sekali tidak ada yang melakukan, maka semuanya berdosa. Ketahuilah, sungguh memandikan mayit, mengafaninya, menshalatinya, adalah fardhu kifayah, tanpa khilaf.” (Al-Majmu Syarhul Muhadzab, juz V, halaman 128).

“Memandikan mayit, mengafani, menshalati dan menguburnya adalah fardlu kifayah. Hal itu jika mayit adalah seorang yang beragama Islam yang lahir dalam keadaan hidup. Sedangkan mayit kafir dzimmi hanya wajib untuk dikafani dan dikubur, begitu juga janin yang (belum mencapai umur 6 bulan dan lahir) dalam keadaan mati hanya wajib untuk dimandikan, dikafankan, dikuburkan dan keduanya tidak boleh dishalatkan”. Batas minimal memandikan mayit adalah dengan menghilangkan najis dan meratakan air yang menyucikan ke seluruh kulit dan rambutnya walaupun lebat. Batas minimal menguburkan mayit adalah galian/liang yang mampu menyembunyikan bau mayit dan menjaga tubuh mayit dari binatang buas. (Sullamut Taufiq, halaman 36-38).
 
Namun, dalam situasi mendesak ada beberapa pendekatan khusus terkait cara memandikan jenazah Muslim pasien Covid-19 sesuai dengan pertimbangan kalangan medis, kata Kiai Sarmidi.

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Muchlishon