Nasional

LD PBNU Jelaskan Kualifikasi dan Etika Dai Seharusnya

Rab, 20 November 2019 | 00:15 WIB

LD PBNU Jelaskan Kualifikasi dan Etika Dai Seharusnya

Ilustrasi dai. (NU Online)

Jakarta, NU Online
Dakwah Islam saat ini menghadapi berbagai persoalan yang kompleks. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi seorang dai (pendakwah) sehingga mereka harus memiliki kompetensi dalam menghadapi realitas zaman. Diperlukan sosok dai andal dan mampu menguasai objek dakwahnya yang memiliki problematika, budaya, dan karakter berbeda-beda.

Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Syamsul Ma’arif menjelaskan bahwa seorang pendakwah harus memiliki kualifikasi dalam melaksanakan tugas dan misinya. Setidaknya ada enam kualifikasi yang harus dipenuhi yakni kualifikasi kualitas kalbu, sosial, lisan, keilmuan, fisik, dan ekonomi.

“Kualitas kalbu adalah kematangan psikologis dan spiritual. Kualitas sosial  adalah kompetensi komunikasi yang baik secara vertikal, horizontal, dan diagonal dengan sesama manusia. Kualitas lisan adalah kompetensi dalam penggunaan lidah dan pengendaliannya, dengan bertutur kata benar, halus, lembut, tepat, efektif, dan efisien,” katanya kepada NU Online, Selasa (19/11).

Selanjutnya kualitas yang sangat penting dimiliki seorang dai adalah kualitas ilmu. Seorang pendakwah harus memiliki kompetensi da’i dari aspek keilmuan normatif dan praktis aplikatif. Seperti penguasaan dalil Quran dan hadits, secara bacaan (tilawatan), pemahaman (fahman), dan praktik keseharian (tathbiqan).

Sementara kualitas fisik lanjutnya adalah terkait dengan kondisi jasmani yang sehat, prima, energik, dan penuh vitalitas. Tak kalah pentingnya seorang dai harus memiliki kualitas ekonomi yakni kompetensi ekonomi yang mumpuni dan berdikari karena kelemahan aspek ekonomi akan menjadi kendala dakwah.

Etika dalam Berdakwah

Selain memiliki kualitas dalam berdakwah, seorang dai juga harus memiliki etika dalam menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat. Menurutnya seorang dai harus mampu menyatukan antara ucapan dan perbuatan.

“Seorang dai juga tidak melakukan pencampuradukan akidah dan ibadah agama-agama yang ada dan tidak menghina sesembahan agama lain,” terangnya.

Di antara etika lain pendakwah yang harus dimiliki, lanjutnya, adalah bersikap adil dan tidak mendiskriminasi sasaran dakwah, tidak meminta dan menetapkan nilai imbalan, menghindari pergaulan yang mengundang syubhat dari masyarakat, dan tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui dan tidak dikuasainya.

”Dai harus menganggap sesama pelaku dakwah sebagai mitra yang saling menguatkan, bukan pesaing yang saling menjatuhkan, dan menyelenggarakan kegiatan dakwah dengan sumber pendanaan yang halal dan tidak mengikat,” pungkasnya.

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Fathoni Ahmad