Nasional

LDNU: Pesantren Punya Ladang Konten untuk Berdakwah di Dunia Digital

Ahad, 28 Agustus 2022 | 17:00 WIB

LDNU: Pesantren Punya Ladang Konten untuk Berdakwah di Dunia Digital

Kiai Enha (kedua kanan) saat berbicara dalam Dialog Literasi Digital. (Foto: Chandra/Pesantren Motivasi)

Jakarta, NU Online
Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Ahmad Nurul Huda Haem (Kiai Enha) menyebut, pesantren punya ladang konten yang sangat luas dan banyak untuk berdakwah di dunia digital.


Menurut Kiai Enha, saat ini semua orang memiliki akun media sosial dan pesantren mempunyai peluang untuk juga terlibat di dalamnya. Ia ingin pesantren mampu menciptakan konten dakwah di medsos. Sebab, di pesantren terdapat banyak hal yang bisa diproduksi menjadi konten.


“Pengajian-pengajian yang ada di pesantren itu adalah konten tanpa henti. Ngaji tafsir jalalain, mau berapa tayangan episode itu, tidak habis-habis. Ngaji (kitab) Ihya’ 15 tahun belum khatam. Pesantren punya ladang konten yang tidak habis-habis, sekali buka kitab khatamnya lama,” ungkap Kiai Enha.


Hal tersebut disampaikan dalam Dialog Literasi Digital Ke-9, di Pesantren Motivasi Indonesia (PMI), Setu, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (27/8/2022). Agenda ini dilaksanakan atas kerja sama PBNU bersama Kementerian Kominfo. Dialog ini mengusung tema Optimalisasi Digital untuk Pengembangan Dakwah Pesantren.


“Pesantren sudah harus masuk di dunia digital, kita harus terlibat di situ, karena daya jangkaunya jauh lebih besar,” ungkap Kiai Enha, Pengasuh Pesantren Motivasi Indonesia Bekasi itu.


Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 telah mempercepat era disrupsi. Orang tua yang semula tidak terbiasa dengan dunia digital dipaksa dan dituntut untuk bisa berinteraksi secara maya karena anak-anaknya harus belajar secara virtual. Dunia digital saat ini juga telah mempercepat masyarakat dalam mengakses konten dakwah.


Sebagai contoh, Kiai Enha menyebutkan bahwa tayangan ngaji bersama KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) seringkali lewat begitu saja di medsos, seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube. Semua orang bisa mengakses pengajian itu sekalipun tidak pernah datang langsung ke pondok atau majelis milik Gus Baha.


“Jadi, konten dakwah itu bisa diakses kapan pun dan di mana pun. Ini peluang dakwah kita, terlibatlah sejak sekarang,” ucap Kiai Enha.


Namun, ia mengingatkan bahwa hal tersulit dari menciptakan konten di medsos adalah mempertahankan konsistensi. Sebab, konsistensi ini juga akan mempertahankan eksistensi di dunia digital. Selain itu, pesantren yang hendak berdakwah di dunia digital juga mesti membuat konten sesuai kondisi masyarakat.


“Dengan kata lain, marketnya harus ditentukan. Kita harus memahami kebutuhan market,” tutur Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) itu.


Lautan konten
Senada, Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Pemikiran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jakarta Pusat, Khamim Nurhidayat, menyebut pesantren adalah lautan konten.


Pesantren memiliki kekuatan besar untuk berdakwah di dunia digital dengan Al-Qur'an, hadits, kitab-kitab kuning, dan kajian-kajian keislaman lainnya seperti fiqih, ushul fiqh, tafsir, nahwu-sharaf. Belum lagi soal aktivitas dan kegiatan santri di dalam pesantren.


“Itu semua ada di pesantren menjadi khazanah. Kalau pesantren tidak paham dan tidak menjadikan digital sebagai ruang dakwah maka akan ada orang lain yang menggunakan digital untuk menyebarkan paham-paham mereka,” tegas Khamim.


Ia mendorong pesantren untuk bisa menciptakan konten dari hal-hal yang sangat sederhana. Misalnya seorang ustadz mengajar fiqih tentang bab thaharah atau bersuci.


Selesai ngaji, ustadz ini perlu menugaskan santri untuk membuat konten tentang tutorial wudhu dan tayamum. Tutorial-tutorial tentang ibadah itu sangat dicari sehingga akan bermanfaat bagi kalangan masyarakat non-pesantren.


“Media-media pesantren harus dikuatkan secara kontennya, dioptimasi dan di-branding dengan bagus. Ke depan, konten-konten dari pesantren justru yang akan dicari dari sebagai referensi dalam beragama,” jelasnya.


Fungsi Medsos
Pakar Multimedia Zamzami Al-Makki mengungkapkan bahwa media sosial alias medsos memiliki tiga fungsi yakni pertemanan, hiburan, dan pengetahuan. Namun, sejak awal medsos memang didesain untuk hiburan.


“Maka media dakwah pesantren juga harus mengakomodasi hiburan, karena orang-orang masuk ke medsos untuk mencari hiburan, sehingga unsur hiburannya jangan sampai hilang,” ucap Zamzami.


Selain itu, ia mengingatkan soal perbedaan berdakwah di dunia digital dan dunia nyata. Di dunia nyata, orang yang sedang ceramah tidak mungkin ada jamaah yang secara langsung menyatakan ketidaksukaannya. Sementara di medsos, YouTube misalnya, disediakan tombol 'dislike' untuk menyatakan ketidaksukaan terhadap konten yang disajikan.


“Ketika konten dakwah sudah diunggah, bisa dibagikan, diunduh, dan ditangkap layar. Ketika membuat konten dakwah, teman-teman (santri) harus sadar itu. Tujuannya agar sebelum membuat konten harus lebih dulu kepikiran agar jangan berbahaya ketika dibagikan,” ungkap Pengajar di Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori