Nasional HARI GURU

Lima Faktor Rendahnya Kualitas Guru

Sel, 26 November 2019 | 04:45 WIB

Lima Faktor Rendahnya Kualitas Guru

Ilustrasi guru. (Foto: ist.)

Jakarta, NU Online
Mutu guru Indonesia saat ini tentu sangat beragam. Banyak guru-guru kita yang sudah memiliki tingkat kompetensi di atas standar dan kualitas metode dan cara pengajarannya yang mumpuni. Tetapi, tidak sedikit pula yang harus lebih berjuang lagi dalam meningkatkan kompetensi, kualitas, dan mutu mereka.

“Mutu guru di Indonesia sangat beragam. Kita banyak memiliki guru yang bagus dan kualitas, tapi juga memiliki banyak guru yang harus berjuang untuk meningkatkan kualitas mereka,” kata Pakar Pendidikan Muhammad Zuhdi kepada NU Online pada Senin (25/11).

Menurutnya, ada lima faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas sebagian guru. Pertama, kualitas pribadi guru. Hal ini bersifat personal masing-masing guru.
 
Kedua, kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) penghasil guru, meliputi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di kampus umum, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) di perguruan tinggi keagamaan Islam, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP), ataupun Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT).

Zuhdi menjelaskan bahwa fakultas kependidikan masih harus berbenah diri. Tetapi pembenahan itu juga harus ditunjang dari regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. “Bagaimanapun Fakultas tidak bisa keluar dari regulasi, terutama dalam mengajarkan proses pembelajaran,” katanya.

Karenanya, ia menyampaikan perlunya revisi regulasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. “Jika Mas Menteri menghendaki perubahan proses pembelajaran, maka regulasi Permendikbud tentang proses pembelajaran harus segera direvisi,” ujar Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Fakultas Tarbiyah juga, jelas Zuhdi, selalu berupaya melakukan updating terhadap kurikulumnya, sesuai dengan perkembangan global yang sangat dinamis.

Ketiga, lanjutnya, para guru ini kurang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kualitasnya. “Minimnya kesempatan meningkatkan kompetensi diri,” katanya.

Keempat, beban tugas guru juga menjadi faktor lain rendahnya kualitas guru. Pasalnya, guru harus direpotkan dengan tugas mengurus administrasi yang begitu banyak sehingga menyita waktunya untuk mengembangkan potensi dan kompetensinya.

Kelima, menurutnya, beban tugas administrasi itu bisa diperas dengan memanfaatkan teknologi dan mengkaji ulang beragam aturan yang sangat membelenggu guru, sehingga menghambat administrasi dan berimplikasi pada kualitas.

Hal tersebut diperparah dengan beban ekonomi yang harus dipanggulnya. Dengan gaji yang tidak seberapa, terlebih honorer, mereka harus menghidupi seluruh anggota keluarganya karena menjadi tulang punggung bagi mereka.

Terkait hal terakhir ini, Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Aris Adi Leksono menyampaikan perlunya pemerintah menaruh perhatian terhadap guru-guru honorer. “Guru harus mendapatkan perhatian dari pemerintah baik pusat maupun daerah, terutama bagi guru honorer,” katanya.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad