Nasional

LKNU Minta Pemerintah Pertimbangkan Kehalalan Vaksin Covid-19

Kam, 15 Oktober 2020 | 06:30 WIB

LKNU Minta Pemerintah Pertimbangkan Kehalalan Vaksin Covid-19

Ilustrasi vaksin Covid-19. (Foto: iStockphoto)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Kesehatan NU (LKNU) meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kehalalan vaksin Covid-19. Penduduk Muslim di Indonesia yang mayoritas menjadi alasan dasar mengapa PBNU menyarankan hal tersebut. 


Pengurus LKNU dr Muhammad Makky Zam-zami mengatakan, jika masih ada kesempatan untuk melakukan modifikasi terhadap produksi vaksin Covid-19 pemerintah dapat mendorong pihak produsen untuk menggunakan bahan-bahan yang halal. Namun jika memang sudah benar-benar tidak bisa mungkin pendapatnya itu dapat menjadi alternatif. 


Menurut Makky, mengenai bahan dasar Vaksin Covid-19 belum diktahui secara merinci oleh tim dokter seperti dirinya sebab masih dalam tahapan uji coba. PBNU berharap pemerintah mendengar sarannya itu sehingga tidak menuai pro dan kontra yang akan memperkeruh suasana. 


“Tapi yang saya dengar bahwa pertimbangan-pertimbangan itu ada. Pemerintah dengan Biofarma mempertimbangkan Muslim yang mayoritas di Indoensia. Karena itu kehalalan vaksin diprioritaskan dan kehalalannya diutamakan,” kata Makky dihubungi NU Online di Jakarta, Kamis (15/10). 


Ketua Satgas NU Covid-19 ini menambahkan, biasanya vaksin yang digunakan melawan virus dalam tubuh manusia dibuat dari bahan-bahan untuk menonaktifkan virus. Namun bahan dasar vaksin tersebut tergantung pabrik yang memproduksinya.  


Menenai apa yang disampaikan LKNU tersebut tepat hari ini, Lembaga Bahtsul Masa’il Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) melakukan kegiatan Bahtsul masail dengan tema ‘Kehalalan Vaksin Covid-19.


Ketua LBM PBNU KH M. Nadjib Hassan, mengatakan tujuan bahtsul masail untuk memahami kondisi Covid-19 di dunia dan di Indonesia dan pentingnya vaksinasi. Kemudian, mencoba memahami berbagai platform vaksin Covid-19 yang dikembangkan. 


Dalam bahtsul masail ini akan dibahas tentang pertimbangan kepentingan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan vaksin sekaligus memberikan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah Indonesia dalam melakukan program vaksinasi masal ditinjau dari sudut pandang syariah.


Kiai Nadjib menyebutkan, narasumber yang akan dihadirkan LBM PBNU antara lain Wakil Ketua Umum PBNU KH Maksum Mahfud, Rais Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, Epidemolog Universitas Indonesia dr Syahrizal Syarif, Perwakilan WHO Indonesia Fina Tams, Direktur Produksi Biofarma, Juliman dan Direktur AstraZeneca, Rizman Abudaeri. Sementara moderator pada kegiatan ini yakni Sekretaris LBM PBNU H Sarmidi Husna. 


Terkait dengan vaksin sendiri, fiqih klasik mengenal apa yang disebut dengan istihâlah, yaitu perubahan hukum suatu hal ke hal lain. Dalam kitab standar mazhab Hanafi, Radd Al-Mukhtâr ‘alâ Al-Durr Al-Mukhtâr, disebutkan contoh ekstrem dari aplikasi istihâlah.


Menurut Ibn Abidin, jika babi tenggelam di laut dan setelah itu tubuhnya hancur, kemudian berubah menjadi garam maka garamnya halal. 


Selanjutnya, jika najis sudah menjadi abu, tidak dikatakan najis lagi. Garam tidak dikatakan najis lagi, walaupun sebelumnya berasal dari keledai, babi, atau selainnya yang najis. Begitu pula dianggap suci jika najis jatuh ke sumur dan berubah jadi tanah. 


Mazhab Hanafi menggunakan teori istihâlah ini secara mutlak, sedangkan mazhab Syafi‘i lebih berhati-hati. Menurut penjelasan kitab Syarh Al-Muhadzdzab oleh Imam Nawawi, jika perubahan zat itu melalui proses alami, tanpa melibatkan unsur manusia dan bahan kimiawi lain, teori istihâlah bisa diterapkan.


Akan tetapi, kalau perubahan zat itu terjadi karena unsur rekayasa kimiawi dan teknologi pangan, teori istihâlah tidak berlaku dalam Mazhab Syafi’i.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Fathoni Ahmad