Nasional

LP Ma’arif NU Kecewa Pendidikan Dikomersialisasi dalam UU Cipta Kerja

Rab, 7 Oktober 2020 | 08:31 WIB

LP Ma’arif NU Kecewa Pendidikan Dikomersialisasi dalam UU Cipta Kerja

Pasal pendidikan dalam UU Cipta Kerja sama dengan menjadikan pendidikan itu sendiri ke dalam sebuah komoditas perdagangan atau komersialisasi. (Ilustrasi: NU Online)

Jakarta, NU Online

Terkait Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan oleh pemerintah dan DPR pada Senin (5/10) lalu, Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) H Zainal Arifin Junaidi angkat suara. 


Ia mengungkapkan kekecewaannya karena sebelumnya, LP Ma’arif NU bersama lembaga pendidikan yang lain seperti Taman Siswa telah mengajukan keberatan jika pendidikan masuk di rezim investasi. 


“Kita sudah berdiam diri karena ada jaminan bahwa pendidikan didrop dari UU Cipta Kerja. Tapi ternyata masuk. Saya tidak tahu yang rancang ini bagaimana,” ungkap Arifin pada laman LP Ma’arif NU, Rabu (7/10).


Ia mengaku sangat kecewa karena merasa dibohongi oleh Komisi X DPR yang sudah menyatakan di-drop. “Setelah kami merasa tenang karena pendidikan sudah di-drop dari UU Cipta Kerja, ternyata diketok juga,” lanjutnya.


Menurutnya, pasal pendidikan dalam UU Cipta Kerja sama dengan menjadikan pendidikan itu sendiri ke dalam sebuah komoditas perdagangan atau komersialisasi. Pasal yang dimaksud Arifin itu termaktub dalam paragraf 12 tentang Pendidikan dan Kebudayaan.


Di paragraf 12 Pasal 65 ayat 1 disebutkan, “Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini”. Soal perizinan berusaha, bisa dilihat dari Ketentuan Umum UU Cipta Kerja Pasal 1. 


Lalu, Pasal 65 ayat 2 UU Cipta Kerja berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan peraturan pemerintah.”


Dijelaskan Arifin, ketika pendidikan harus mengurus izin usaha itu berarti pendidikan dianggap sebagai sebuah lembaga yang semata bertujuan mencari keuntungan alias komersialisasi. Hal ini dinilai bertentangan dengan konstitusi negara yang terdapat dalam UUD 1945.


“Tujuan dari bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, Pasal 31 UUD 1945 menyebutkan bahwa pendidikan itu adalah hak setiap warga negara,” demikian Arifin menjelaskan soal UU Cipta Kerja tentang Pendidikan dan Kebudayaan bertentangan dengan UUD 1945.


Dari situlah, lanjutnya, LP Ma’arif NU tidak pernah berupaya mencari keuntungan tetapi justru bertujuan untuk mencerdaskan masyarakat dan memberikan hak pendidikan sebagai warga negara. 


“Tapi kok kemudian dimasukkan ke dalam rezim investasi? Ini bagaimana? Kalau dianggap sebagai usaha, nanti akan banyak sekali warga negara yang tidak memperoleh haknya,” tegas Arifin.


Kini, ia menyebutkan, LP Ma’arif NU menaungi lebih dari 21 ribu sekolah dan madrasah, hingga masuk ke berbagai pelosok terkecil di negeri ini. 


“Kalau nanti harus mengurus izin tentu kami tidak bisa. Karena perizinan yang diatur dalam UU Cipta Kerja ini rinciannya diatur di dalam peraturan pemerintah. Tentu persyaratan-persyaratannya karena mencari keuntungan sangat berat tidak bisa dipenuhi oleh sekolah dan madrasah,” tuturnya.


Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj juga menilai bahwa UU Cipta Kerja ini akan menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan. Hal ini, bagi Kiai Said, tidak bisa dibenarkan.


“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” tegas Kiai Said.


“Saya berharap NU nanti bersikap untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Dengan sikap kritis tapi elegan. Tidak boleh anarkis karena tidak ada gunanya itu,” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad