Nasional

PSH Unusia Soroti Pasal Kontroversial soal Sertifikasi Halal dalam UU Cipta Kerja

Rab, 7 Oktober 2020 | 06:45 WIB

PSH Unusia Soroti Pasal Kontroversial soal Sertifikasi Halal dalam UU Cipta Kerja

Pusat Studi Halal (PSH) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta.

Jakarta, NU Online

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10) lalu menimbulkan polemik dan kontroversi. Salah satunya tentang pasal halal.


Direktur Pusat Studi Halal (PSH) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, A. Khoirul Anam menilai, UU Cipta Kerja yang isinya sampai beratus-ratus halaman itu memuat berbagai aturan semua hal yang seolah ingin mengatur dalam waktu sekejap.


Bahkan menurutnya, UU Cipta Kerja dinilai menganulir banyak keputusan DPR yang disidangkan bertahun-tahun dan telah menelan dana bertriliun-triliun.


Anam menyoroti mengenai proses sertifikasi halal yang dimasukkan ke dalam UU Cipta Kerja itu. 


“Awalnya saya mengira kepentingan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diakomodir di situ (UU Cipta Kerja) karena fatwa halal kembali menjadi otoritas MUI, berbeda dengan RUU-nya yang men-share fatwa halal kepada semua ormas Islam,” katanya, Rabu (7/10).


Namun, lanjut Anam, ketika masuk ke pasal 35 ayat 18 (2) UU Cipta Kerja ada klausul yang dinilai aneh dan tidak mungkin disetujui oleh MUI sendiri.


Disebutkan dalam pasal tersebut, “Jika dalam waktu yang ditentukan MUI tidak segera mengeluarkan fatwa, maka sertifikat tetap akan diterbitkan.”


“Alias auto halal. Jadi kesannya yang penting pokoknya harus cepat. Kalau kelamaan, tidak usah fatwa-fatwaan,” jelas Anam.


Ketentuan dalam pasal 35 telah diubah sehingga berbunyi, “Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat 1 dan pasal 34A diterbitkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Kementerian Agama RI paling lama satu hari terhitung sejak fatwa kehalalan produk.”


Kemudian di dalam UU Cipta Kerja itu dijelaskan bahwa di antara pasal 35 dan pasal 36 disisipkan satu pasal yakni pasal 35A yang berbunyi sebagai berikut:


Pasal 35A ayat 1, “Apabila LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, maka LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi.”


Sedangkan Pasal 35A ayat 2 berbunyi, “Apabila MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses memberikan/menetapkan fatwa, maka BPJPH dapat langsung menerbitkan sertifikasi halal.”


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad