Nasional

LPBINU Ikut Ekspedisi Destana Tsunami di Pantai Selatan Jawa

Sab, 27 Juli 2019 | 04:45 WIB

LPBINU Ikut Ekspedisi Destana Tsunami di Pantai Selatan Jawa

LPBINU saat sosialisasi masalah Tsunami di salah satu sekolah

Mojokerto, NU Online
Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat terkait penanggungan bencana semakin nampak. Melalui Lembaga Penanggungan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) NU, bergabung dalam ekspedisi Desa Tanggap Bencana (Destana) Tsunami Regional Jawa 12 Juli-17 Agustus 2019 yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
 
Tim dari NU terdiri dari dua orang perwakilan LPBINU Jawa Timur dan seorang perwakilan dari LPBINU Pusat. Semua tim NU ini bergabung dengan tim ekspedisi menyusuri pantai selatan Pulau Jawa Timur. Tim ekspedisi start dari Kabupaten Banyuwangi hingga Kabupaten Pacitan. Kali ini tim LPBINU membawa mobil dan satu motor trail.
 
Sejak dari Banyuwangi tim bergabung  dengan tim ekspedisi, melakukan kegiatan sosialisasi destana di desa-desa yang dilewati. Pada setiap kabupaten, sering kali tim LPBINU harus mendatangi desa terjauh. Perjalanan sampai tiga jam dari titik kumpul di kabupaten tertentu. Sosialisasi kali ini difokus kan pada cara-cara menyelamatkan diri saat datangnya tsunami. Dan hal lain yang mengurangi terjadi kerusakan parah saat terjadi bencana.
 
Salah satu anggota tim yang juga Ketua LPBI NU Mojokerto, Saiful Anam mengatakan, selama ekspedisi berjalan banyak pengalaman yang dipetik. Seperti saat tiba di Kabupaten Trenggalek, titik kumpul berada di Pantai Prigi namun tugas tim LPBI-NU berada di Desa Banjar, Kecamatan Panggul. Sebuah desa di ujung barat wilayah Pacitan.
 
"Jarak yang sangat jauh, serta track yang curam berliku menjadikan tim terus memompa semangat untuk tetap menjalankan tugas," katanya Jumat (26/7).
Pengalaman di kabupaten lain tak kalah seru. Di Kabupaten Malang, tim harus mendatangi sebuah desa di ujung selatan Kabupaten Malang. Jalur di sana sangat curam dan sempit. "Alhamdulillah kami masih diberi kelancaran, meski perjalanannya yang begitu berat," tambahnya.
 
Dalam perjalanan, tim disambut LPBI setempat seperti saat tiba di Kabupaten Blitar, relawan NU yang yang menyambut adalah LPBINU Blitar. Tim lokal juga ikut saat penugasan sosialisasi di desa. Tim LPBI-NU melakukan sosialisasi di beberapa desa dan sekolahan. Praktek di lapangan, ada 6 kelompok dan LPBINU yang tergabung dalam tim Ekspedisi Desatana Tsunami (EDT).
 
"Support relawan NU dari Ponorogo dan Pacitan sangat terasa dalam kebersamaan," tambah Anam.
 
Baginya, ke depan diharapkan LPBINU dalam kebencanaan tidak hanya saat terjadi bencana dengan pemberian bantuan kepada korban bencana. Namun saat tidak ada bencana, NU tetap berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat.
 
Hal ini merupakan amanah undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Di sana disebutkan bahwa semua orang berhak mendapatkan pelindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana, mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
 
Namun, selama ini paradigma penanggulangan bencana mengarah mengatasi masalah pada saat terjadi bencana saja. Kini saatnya penanggulangan bencana lebih diarahkan untuk upaya-upaya pengurangan risiko bencana.
 
"Kalau hanya mengurusi bencana saat terjadinya bencana itu cara lama. Kini saatnya kita kasih paradigma baru," ujarnya.
 
Dalam menjalankan tugas sosialisasi, tim LPBINU juga beberapa kali menyempatkan diri untuk silaturahim ke pengurus ranting NU di lokasi sosialisasi. Seperti saat berkegiatan di Desa Sidoasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
 
Tim juga sempat bersilaturahim ke rumah Ketua Ranting NU desa setempat yaitu Ichsan. Desa ini warga muslim hanya sebesar 5 sampai 10 persen saja. Namun tantangan terberat bukan datang dari warga lain yang non muslim akan tetapi  dari pihak pihak yang sering membid'ahkan amalan amalan nahdliyin.
 
"Desa kami memang pelosok, namun tantangan kami bukan datang dari tetangga yang mayoritas non muslim, akan tetapi sering didatangi kaum cingkrang dengan segala rayuan agar meninggalkan ajaran-ajaran yang dianggap bid'ah," pungkas Ichsan. (Syarif Abdurrahman/Muiz)Â