Nasional

Marak Kasus TPPO, Pemerintah Perketat Pengawasan Pekerja Migran Indonesia

Jum, 9 Juni 2023 | 06:00 WIB

Marak Kasus TPPO, Pemerintah Perketat Pengawasan Pekerja Migran Indonesia

Ilustrasi jerat perdagangan orang. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Baru-baru ini, kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO kembali marak terjadi di sejumlah negara. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengaku terdapat dua jenazah PMI yang dikembalikan ke tanah air dalam tiga tahun terakhir.


Menanggapi hal itu, Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tengah berupaya mencegah pengiriman PMI ilegal ke luar negeri untuk diperdagangkan.


"Sekarang ini kan yang kita cegah adanya PMI yang ilegal melalui perdagangan orang," ucap Wapres melalui rilis yang diterima NU Online, Kamis (8/6/2023).


Ia mengatakan bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Moh Mahfud MD bersama pihak kepolisian melakukan pengawasan ketat agar kasus TPPO tak terjadi lagi, apalagi sampai memakan korban jiwa.


Menurut Wapres, salah satu penyebab tingginya PMI ilegal adalah tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah. Dalam hal ini, pemerintah tengah berupaya untuk menekan TPPO melalui cara mempercepat penanganan kemiskinan di beberapa wilayah dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.


Wapres menekankan, pemerintah terus berupaya memperketat pengawasan terhadap pengiriman PMI melalui kerja sama dengan berbagai negara. Begitu pula dengan pengawasan di berbagai daerah di Indonesia. 


"Pasti kita adakan perjanjian-perjanjian untuk tidak menerima (PMI) yang ilegal-ilegal ini. Kalau yang legal kan bisa diawasi, biasanya korban-korban itu yang ilegal. Di samping kita cegah dari luar (negeri) tetapi kita dari dalam (negeri), kita ketatkan (pengawasan) di seluruh provinsi," katanya. 


Terkait kasus TPPO ini, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menawarkan kepada seluruh elemen kekuatan untuk memerangi sindikat ilegal yang terlibat TPPO.


Namun, Benny merasa heran dengan anggaran BP2MI yang tak kunjung naik selama tiga tahun terakhir. Bahkan, anggaran BP2MI kini turun menjadi Rp 320 miliar. Ia lantas meminta tambahan anggaran sebesar Rp 430 miliar. Katanya, nilai itu sudah diformulasikan oleh BP2MI.


"Yang kita sudah formulasi dengan berbagai analisis risiko adalah sebesar Rp750 miliar. Jadi kalau sekarang Rp320 miliar kita hanya minta tambahan Rp430 miliar, dibandingkan badan dan kementerian lain yang anggarannya triliunan rupiah," terang Benny, dilansir Kompas.


Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Buruh Migran Nusantara (Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Ali Nurdin Abdurrahman pun terus menyuarakan untuk melawan mafia TPPO. 


"Buminu adalah salah satu organisasi yang mendorong gerakan masif terhadap para pelaku TPPO," tegas Ali kepada NU Online kemarin.


Menurut Ali, perang terhadap mafia selalu digaungkan oleh Sarbumusi, terutama mengenai tindakan tegas kepada para oknum. Bahkan, ia menyebut oknum-oknum itu ada di lingkaran pemerintah sendiri.


"Perang terhadap mafia ini selalu saya gaungkan tindakan tegas kepada para oknum yang berseragam pemerintah terutama oknum Imigrasi, Kepolisian, Kemnaker, termasuk oknum di tubuh BP2MI," pungkas Ali.


Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat, sejak 2019 hingga 2021 terdapat 1.331 orang menjadi korban TPPO. Dari jumlah tersebut, 97 di antaranya atau sekitar 1.291 korbannya adalah perempuan dan anak. 


Sementara akar masalah sehingga TPPO itu bisa terjadi sangat kompleks. Di antaranya kemiskinan, pendidikan rendah, lapangan pekerjaan minim, dan budaya setempat sehingga banyak korban yang tertipu oleh iming-iming pekerjaan di luar negeri. Status para korban TPPO yang illegal mempersulit proses hukum mereka.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad