Nasional MUNAS-KONBES NU 2017

Masih Bersifat Parsial, Ini Masukan Komisi Qonuniyyah terhadap RUU Komunikasi Penyiaran

Jum, 24 November 2017 | 13:00 WIB

Mataram, NU Online
Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masail Qonuniyyah atau Perundang-undangan Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 2017 sesi pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Komunikasi Publik Asrori S Karni mengatakan, salah satu faktor kenapa hoaks sulit dibendung adalah karena peraturan komunikasi dan informasi yang di Indonesia masih bersifat parsial.

“Belum ada Undang-Undang induk tentang komunikasi,” katanya usai memimpin sidang komisi di Pesantren Darul Falah Mataram, Jumat (24/11).

Sesuai dengan konstitusi, hak berkomunikasi dan hak memperoleh informasi adalah bagian daripada Hak Asasi Manusia. Namun, Asrori menyayangkan belum ada Undang-Undang Induk yang menjadi payung hukum komunikasi dan informasi.

“Yang ada itu parsial. Ada Undang-Undang Pers, Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang informasi elektronik. Semua parsial,” urainya.

Dosen UIN Jakarta itu menuturkan, persebaran informasi dan komunikasi di Indonesia masih belum diatur dengan baik, terutama informasi yang bersifat sensitif seperti ceramah keagamaan. Di satu sisi, ceramah agama adalah bagian dari kebebasan beragama. Namun, terkadang cara mengomunikasikannya menyinggung perasaan umat agama lain.

“Yang seperti ini mau disikapi seperti apa. Apakah itu bagian dari kebebasan beragama atau ini sudah masuk ke ranah pelanggaran etik misalnya penodaan agama,” terangnya.

Agar terjadi tumpang tindih, Asrori menyebutkan, harus ada pemilahan ruang komunikasi dan informasi, yaitu ruang privat, komunal, dan publik. Di ruang privat seseorang memiliki hak untuk membicarakan apa saja.  

“Kebalikannya adalah ruang publik. Karena bersinggungan dengan publik, maka harus ada rambu-rambu yang belih ketat daripada ruang privat,” jelasnya.

Selain itu, ada juga ruang komunal yang berada di tengah-tengah dua ruang tersebut di atas. Seperti ruang pengajian keagamaan, ruang akademik di perkuliahan, dan lain sebagainya. 

Asrori menambahkan, pandangan keagamaan yang bersifat khilafiyah juga harus diatur agar tidak terjadi saling menyalahkan antar satu kelompok dengan yang lainnya.

Ia mengusulkan, agar dibentuk peraturan komunikasi dan informasi yang induk.

“Untuk jabaran-jabaran detilnya untuk informasi jenis pers dibawa ke Dewan Pers, informasi yang disiarkan lewat penyiaran dibawa ke komisi penyiaran,” katanya. 

Keputusan komisi ini baru akan disahkan besok Sabtu (25/11) saat sidang pleno. (Muchlishon Rochmat)