Nasional

Mbah Wahab Chasbullah Ibaratkan NU Seperti Kereta

Kam, 2 Juni 2022 | 06:00 WIB

Mbah Wahab Chasbullah Ibaratkan NU Seperti Kereta

KH Hasib Wahab Chasbullah saat haul masyayikh dan khataman Al-Qur'an Pesantren An Najah, Gondang, Sragen, Jawa Tengah, Sabtu (28/5/2022). (Foto: NU Online/Aldi Rizki)

Sragen, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) sejak didirikannya memiliki makna yang luar biasa. Makna tersebut tidak hanya diartikan secara aspek kebahasaan yakni berarti 'kebangkitan ulama', melainkan juga secara nyata berdirinya NU membangkitkan semangat dan peran ulama yang ada di Indonesia kala itu. 


Berjalannya waktu, NU menjadi organisasi Islam yang besar, bahkan terbesar di dunia dengan jumlah pengikut yang banyak. Hal ini dikarenakan NU merupakan hasil dari istikharah dan tirakat para ulama. Namun, banyaknya anggota NU tentu tidak semuanya adalah ulama, melainkan banyak dari anggota NU adalah para santri, muhibbin, dan banyak juga orang-orang awam yang bersemangat mengaji dan khidmah melalui NU.


Hal tersebut kemudian membuat banyak orang bertanya-tanya. Bagaimana sebenarnya NU yang notabene adalah organisasi ulama, namun memiliki anggota yang tidak semuanya ulama? 


Ketua PBNU yang juga putra ke-10 pendiri NU, KH Wahab Chasbullah, KH Hasib Wahab Chasbullah, menceritakan kisah bagaimana Kiai Wahab Chasbullah mengibaratkan Nahdlatul Ulama sebagai sebuah rangkaian kereta untuk menjawab persoalan tersebut. Kisah ini ia ceritakan dalam kesempatan haul masyayikh dan khataman Al-Qur'an Pesantren An Najah, Gondang, Sragen, Jawa Tengah, asuhan Ketua MUI Sragen, KH Minanul Aziz Syathori pada Sabtu (28/5/2022) .


"Saya bertanya kepada abah saya, 'Bah NU itu kan organisasi ulama, tapi nyatanya ndak semuanya itu ulama. Itu bagaimana, Bah?" tanya Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang itu. 


KH Wahab Chasbullah seketika menjawab pertanyaan putranya itu dengan mengibaratkan NU sebagai sebuah rangkaian kereta. Kiai Wahab yang merupakan pendiri NU itu menjelaskan bahwa dalam sebuah rangkaian kereta, terdiri dari lokomotif dan gerbong-gerbong. Lokomotif sebagai kepala rangkaian memiliki peran sentral dalam membawa kemana arah gerbong-gerbong itu berjalan. 


"NU itu seperti kereta, lokomotifnya para ulama dan wali-wali Allah. Gerbong pertama berisi para kiai-kiai, ustadz-ustadz, dan para guru. Gerbong selanjutnya berisi anggota pengurus NU, baik itu dari Muslimat, Ansor dan yang lain-lain.  Gerbong ketiga berisi para ahli seni, dan orang yang berkontribusi untuk NU. Serta yang terakhir adalah para pecinta-pecinta NU yang pokoe mati urip NU (pokoknya hidup mati NU)," terang Kiai Hasib menirukan jawaban Mbah Kiai Wahab.


Kiai Hasib juga menjelaskan dengan diibaratkan seperti itu Kiai Wahab juga menegaskan insyaallah gerbong-gerbong NU akan mengikuti lokomotif juga di akhirat kelak untuk bersama-sama ke dalam surga Allah.


"Dengan begitu NU ini merupakan organisasi dunia akhirat. Apabila rangkaian kereta itu terus berjalan. Lha wong yang sudah wafat saja tetap didoakan, artinya NU insyaallah berkah dunia dan akhirat. Aamiin," tandas Kiai Hasib.
 

Kontributor: Aldi Rizki Khoiruddin 
Editor: Kendi Setiawan