Nasional

Menag Yaqut Apresiasi Kepala KUA Cimahi yang Tolak Gratifikasi

Sel, 5 Januari 2021 | 08:00 WIB

Menag Yaqut Apresiasi Kepala KUA Cimahi yang Tolak Gratifikasi

Menag Yaqut dan Kepala KUA Cimahi Tengah (Foto: kemenag.go.id)

Jakarta, NU Online

Menteri Agama (Menag) H Yaqut Cholil Qoumas memberikan penghargaan kepada Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat, Budi Ali Hidayat yang berani menolak gratifikasi.


Penghargaan khusus itu diberikan Menag kepada Budi dalam Upacara Peringatan Hari Amal Bakti (HAB) ke-75 Kementerian Agama (Kemenag) RI, di Halaman Kantor Kemenag RI, Jakarta, pada Selasa (5/1) pagi.Ā 


Menag menilai Budi patut menjadi teladan bersama terutama bagi jajaran pegawai Kemenag atas dedikasi dan kepatuhannya dalam melaporkan penerimaan gratifikasi atau jenis penerimaan lain ketika bertugas.


ā€œTindakan yang dilakukan Pak Budi ini patut dicontoh karena bagian upaya nyata mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan cara melaporkan gratifikasi yang dia terima ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),ā€ ujar Gus Yaqut, sapaan akrab Menag.


Sementara itu, Budi mengaku sangat berterima kasih lantara langkahnya selama ini yang melaporkan gratifikasi ke KPK mendapat atensi serta apresiasi dari berbagai kalangan. Bahkan menurutnya, hal yang sangat membanggakan adalah karena apresiasi itu diberikan langsung oleh Menag Yaqut.


Menurutnya, perlawanan terhadap KKN dan gratifikasi sudah harus menjadi komitmen setiap aparatur pemerintah, termasuk di Kemenag. Lebih jauh dari itu, Budi mengatakan, aksinya dalam melaporkan setiap pemberian bingkisan dan amplop dari keluarga pengantin selama ini bukan diniatkan agar mendapat pujian atau penghargaan.


ā€œDan di antara peran pegawai Kemenag adalah khadimul ummah yaitu melayani umat dengan niat sepenuhnya ikhlas lillahitaā€™ala (karena Allah),ā€ ujarnya.


Budi menegaskan, pemerintah telah memberikan hak kepada penghulu seperti dirinya secara jelas dan pantas lewat aturan Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Biaya Nikah dan Rujuk di Luar KUA.Ā 


Melalui Permenag itu, Kemenag telah menetapkan biaya menikah di KUA adalah gratis. Sementara jika menikah di luar KUA akan dikenakan tarif sebesar Rp600.000, sedangkan honor dan biaya transportasi untuk penghulu telah ditanggung Kemenag.


Selama ini, Budi sudah 88 kali melaporkan gratifikasi ke KPK. Kata Budi, soal amplop dan bingkisan memang telah menjadi hall umrah yang dipraktikkan masyarakat Indonesia. Namun sebisa mungkin, ia berupaya menolak pemberian itu dengan cara halus. Bahkan ia kerap dikejar keluarga pengantin saat menolak pemberian tersebut.Ā 


ā€œJika tidak bisa ditolak, maka amplop saya terima kemudian dilaporkan ke KPK,ā€ jelasnya.


Atas keteladanannya ini, pada 8 Desember 2020 lalu Budi juga telah mendapatkan apresiasi langsung dari KPK. Penghargaan diberikan bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Dunia (Hakordia) yang jatuh tiap 9 Desember. Melalui Surat Edaran KPK Nomor b-143/01-13/01/2013, ditetapkan bahwa berbagai bentuk pemberian kepada petugas pencatat nikah saat menikahkan di luar gaji adalah bagian dari gratifikasi.


Dua Kategori Gratifikasi

Dikutip dari buku saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan KPK pada 2014, terdapat dua kategori gratifikasi, yakni gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi yang tidak dianggap sebagai suap.Ā 


Gratifikasi yang dianggap suap adalah gratifikasi yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pemberian itu yang berhubungan dengan jabatannya serta berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Sedangkan gratifikasi yang tidak dianggap suap adalah sesuatu yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak berhubungan dengan jabatan dan tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugas penerima gratifikasi.Ā 


Dalam hal gratifikasi kategori yang kedua ini, hubungan antara pemberi dengan penerima biasanya setara dan nilai atau harga pemberiannya pun berdasarkan kewajaran atau kepantasan secara sosial (masyarakat).Ā 


Sanksi terhadap Penerima Gratifikasi

Pada pasal 12B ayat 1 dijelaskan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan senilai Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau lebih. Sedangkan pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan penerima gratifikasi. Namun jika nilai gratifikasi kurang dari sepuluh juta rupiah, pembuktian bahwa gratifikasi itu adalah suap dilakukan oleh penuntut umum.


Di ayat 2 dijelaskan, pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. Sedangkan pidana denda paling sedikit adalah Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak senilai Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).


Pewarta: Aru Lego Triono


Editor: Alhafiz Kurniawan