Nasional

Menaker Sampaikan Alasan Pemerintah Membentuk UU Cipta Kerja

Jum, 9 Oktober 2020 | 04:13 WIB

Menaker Sampaikan Alasan Pemerintah Membentuk UU Cipta Kerja

Menaker Ida Fauziyah (Foto: Humas Kemnaker).

Jakarta, NU Online
Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah, membeberkan sejumlah alasan mengapa membentuk Undang-undang (UU) Cipta Kerja dalam Omnibus Law. Penjelasan ini untuk mengimbangi setiap tuduhan yang ditujukan kepada pemerintah terutama menyangkut kluster ketenagakerjaan.


Menurut Ida Fauziyah, visi pemerintah untuk menjadikan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbaik kelima dunia 2045 bukanlah wacana. Karena itu sebagai bukti keseriusan mewujudkan mimpi itu, pemerintah merasa penting membentuk UU yang mengatur ekosistem investasi yang baik.

 

UU itu, lanjut Ida, akan memperbaiki transportasi pelayanan yang cepat, tepat dan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sehingga tercipta lapangan kerja yang luas.

 


Pertimbangan lainnya, Indonesia belum memiliki daya saing yang kompetitif terkait lapangan kerja. Penyebabnya karena ada tumpang tindih regulasi yang menghambat masuknya investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Belum lagi persoalan ekonomi digital, Indonesia belum begitu maksimal menjalaninya. Persoalan inilah yang menjadi perhatian pemerintah sehingga merasa penting membentuk UU Cipta Kerja


“Jadi biar sampai ke 2045 yang kita impikan itu ada, banyak hal yang harus kita lakukan. Untuk mencapai Indonesia ekonomi terbaik dunia itu butuh iklim investasi yang kompetitif karena itu salah satu upaya pemerintah adalah melalui UU Cipta Kerja. Melalui Omnibus Law, ini merevisi puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja,” kata Ida Fauziyah saat berdialog di Program Peci dan Kopi 164 Channel, Kamis (8/10) kemarin sore.


Ida menceritakan, aturan yang saat ini ada menyangkut investasi dan ketenagakerjaan terbukti mempersulit prosedur investasi bahkan menghambat pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sementara pemerintah sedang bersiap-siap menghadapi bonus demografi tahun 2030 mendatang.


“Bagaimana kita mau memanfaatkan bonus demografi, bagaimana kita menjadi negara dengan income (penghasilan) yang tidak stuck (berhenti) di angka 5. Karena di angka 5 kita punya tantangan pengangguran per April 2019, 7 juta. Turun Februari 2020, tapi naik lagi karena ada Covid-19. Angka pengangguran kita menjadi 9 sampai 10 juta,” tutur Ida.  


Sedangkan angkatan kerja saat ini, lanjut mantan aktivis ini baru mencapai 2,5 juta. Masalah inilah yang dinilainya menjadi sebab perlu dihadirkan aturan yang kongkret agar terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat sehingga mereka yang dinyatakan menganggur dapat terserap industri.


“Bagaimana kita memberikan lapangan pekerjaan kalau tidak ada investasi yang masuk. Kenapa investasi tidak masuk? karena kita bukan negara kompetitif, karena perizinan sulit tumpang tindih aturan,” ucapnya.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muhammad Faizin