Nasional

Menegasikan Guru, Akademisi: Masa Depan Pendidikan Tidak Cerah

Ahad, 3 Januari 2021 | 01:00 WIB

Menegasikan Guru, Akademisi: Masa Depan Pendidikan Tidak Cerah

Ahli pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Muhammad Zuhdi mengatakan bahwa kebijakan demikian dapat membuat pendidikan Indonesia tidak cerah.

Jakarta, NU Online

Pemerintah tidak lagi mengalokasikan guru dalam formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pendidik dan calon pendidik hanya dimasukkan dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).


Padahal, guru merupakan kunci penting keberhasilan pendidikan. Sementara mereka tidak mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, bahkan termarjinalkan.


Ahli pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Muhammad Zuhdi mengatakan bahwa kebijakan demikian dapat membuat pendidikan Indonesia tidak cerah.


"Kebijakan yang menegasikan guru dan masa depan guru, hanya akan menjadikan pendidikan Indonesia tidak memiliki masa depan yang cerah," katanya kepada NU Online pada Sabtu (2/1).


Dari hal itu, ia menegaskan bahwa pemerintah perlu ambil langkah-langkah serius yang membuat orang-orang tertarik menjadi guru.


"Maka kebijakan pemerintah saat ini seharusnya adalah mendorong putra putri terbaik bangsa untuk menjadi guru dan memastikan pendidikan kita berada pada rel yang benar," ujarnya.


Jika dengan PPPK, guru memperoleh fasilitas tambahan seperti tempat tinggal, asuransi kesehatan dan asuransi pensiun, maka PPPK bisa saja menjadi pilihan. Tetapi, lanjutnya, jika dengan PPPK hanya sekedar berpikir mengurangi beban pemerintah dari sisi PNS, maka nampak bahwa pemerintah belum berpikir komorehensif tentang pentingnya guru.


Zuhdi menambahkan bahwa jika kebijakan ini jadi dilaksanakan dan tidak ada penjelasan tentang keberpihakan pemerintah terhadap guru, maka akan terjadi demotivasi terhadap profesi guru masa depan.


"Akibatnya bisa jadi kualitas pendidikan akan terus merosot," kata Kepala Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Namun, lanjut Zuhdi, jika pemerintah dapat menjelaskan keberpihakannya terhadap guru, sembari meningkatkan kompetensi guru, maka kita bisa berharap untuk masa depan pendidikan kita.


Alumnus Pondok Pesantren Al-Masthuriyah, Sukabumi, Jawa Barat itu menyampaikan bahwa pemerintah sebaiknya perlu menghilangkan kesan bahwa jumlah guru yang besar adalah beban buat pemerintah saat mengomunikasikan kebijakan seperti itu. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi beban itu.


"Perlu ada pola komunikasi yang menyampaikan bahwa pemerintah sangat peduli dengan peningkatan kualitas pendidikan sehingga dibuatlah skema kontrak dengan insentif yang menarik untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi warga negara dan memperoleh kualitas guru yang kompetitif," ujarnya.


Ketertinggalan Pendidikan Indonesia

Doktor pendidikan dari Australia itu menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia saat ini tertinggal dari sisi kualitas, dilihat dari capaian akademik dan keterserapan di dunia kerja, dan dari sisi kuantitasnya, dilihat dari sisi pemerataan fasilitas pendidikannya.


Salah satu faktor penghambat kemajuan pendidikan Indonesia adalah tidak meratanya distribusi dan kompetensi guru. Menurutnya, banyak guru di Indonesia yang pandai dan kreatif. Namun, penyebarannya tidak merata dan tidak semuanya berkompeten.


Rendahnya kompetensi guru, menurutnya, karena profesi guru bukanlah pilihan utama bagi banyak siswa di Indonesia. Hal ini berdampak pada tidak banyak siswa-siswi terbaik yang termotivasi untuk melanjutkan menjadi guru.


Apalagi, Indonesia saat ini sedang memasuki era bonus demografi. Era ini akan berujung pada masa depan Indonesia yang bisa menjadi negara makmur dengan indeks sumber daya manusia tinggi, atau negara gagal dengan tingkat kesejahteraan rendah. Kuncinya ada di Pendidikan.


Zuhdi menuturkan bahwa keberhasilan pendidikan akan mengantarkan bonus demografi Indonesia menjadi manusia-manusia unggul yang mengantarkan Indonesia maju. Sebaliknya, bonus demografi hanya mengantarkan Indonesia kepada beban demografi ketika hasil pendidikannya tidak kompetitif dan tidak kompeten.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Alhafiz Kurniawan