Mengapa Polisi Harus Silaturahim ke Kiai di Tempat Tugas Baru? Ini Penjelasan Ketua PBNU
Selasa, 13 Desember 2022 | 20:00 WIB
Kegiatan Pembekalan Siswa Bintara SPN Kemiling Bandarlampung di Asrama Haji, Selasa (13/12/2022). (Foto: NU Online/Faizin)
Muhammad Faizin
Penulis
Bandarlampung, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri memberi penjelasan mengapa seorang polisi yang ditugaskan di tempat atau kantor baru harus menjalin hubungan baik dengan para tokoh agama setempat khususnya para kiai. Ia menjelaskan bahwa tugas pokok dan fungsi polisi tidak akan bisa lepas dari masyarakat.
"Budaya Indonesia itu masih menganut sistem paternalistik di mana para tokoh agama (kiai) menjadi rujukan dan panutan masyarakat," katanya saat memberi pembekalan kepada Siswa Bintara Polri SPN Kemiling, Bandarlampung di Asrama Haji Lampung, Selasa (13/12/2022).
"Rajin silaturahim dengan para kiai dan tokoh masyarakat di tempat tugas baru akan mampu mempercepat beradaptasi dan mengetahui langkah serta sikap apa yang harus dilakukan," imbuh Ketua Umum Mahelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung ini.
Ia juga mengingatkan bahwa selain cerdas secara kognitif, para anggota polisi juga harus cerdas secara afektif. Kemampuan membaca situasi dengan memperhatikan sisi budaya, psikologi, dan kebiasaan masyarakat penting dimiliki para anggota polisi. Terlebih saat ini, mulai terjadi perubahan-perubahan nilai di tengah-tengah masyarakat akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Polisi harus cerdas dan mampu merangkul semua elemen terutama para tokoh Ormas seperti NU, Muhammadiyah yang menjadi tokoh sentral di masyarakat," ungkapnya.
Prof. Mukri menegaskan bahwa Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah di Indonesia terbukti mempunyai peran vital dalam mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia pun menegaskan bahwa menjaga Ormas Islam mainstream yang telah memberi sumbangsih nyata bagi NKRI adalah sama saja menjaga negara.
"Jika tidak ada Ormas-ormas ini (seperti NU dan Muhammadiyah) saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Indonesia," tegasnya.
Prof Mukri juga mengungkapkan bahwa dengan jalinan silaturahim yang intens bersama para kiai, para anggota polisi juga akan mampu dengan mudah mendeteksi gejolak dan permasalahan paham keagamaan di daerah tersebut. Terutama paham-paham garis keras yang terus melakukan penetrasi melalui media digital terutama media sosial.
"Saat ini khususnya di perkotaan, menjadi target penyebaran paham radikal. Karena cenderung heterogen dan berasal dari banyak latar belakang pendidikan agamanya," ungkapnya.
Paham-paham keagamaan transnasional yang memahami agama secara tekstual dan kaku ini menurutnya menyasar kelompok masyarakat yang semangat dalam beragama namun kurang memahami ilmu agama.
Prof Mukri pun menyampaikan 2 indikator paham keagamaan yang tidak selaras dengan keberindonesiaan yang beragam agama, budaya, suku, dan adat istiadat di dalamnya ini. Pertama adalah membatasi diri dalam pergaulan dan kajian-kajian keagamaan (eksklusif) dan kedua gampang menyalahkan sampai dengan mengkafirkan orang yang tidak sepaham.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aiz Luthfi
Terpopuler
1
Kronologi Penembakan terhadap Guru Madin di Jepara Versi Korban
2
Silampari: Gerbang Harapan dan Gotong Royong di Musi Rawas
3
Sejarah Baru Pagar Nusa di Musi Rawas: Gus Nabil Inisiasi Padepokan, Ketua PCNU Hibahkan Tanah
4
Hukum Mengonsumsi Makanan Tanpa Label Halal
5
NU Peduli Salurkan Bantuan Sembako kepada Pengungsi Erupsi Lewotobi
6
Kekompakan Nahdliyin Inggris Harus Terus Dijaga
Terkini
Lihat Semua