Nasional

Mitigasi Ancaman Krisis Pangan Perlu Perkuat Ketahananan dan Kemandirian

Jum, 5 Juni 2020 | 03:30 WIB

Mitigasi Ancaman Krisis Pangan Perlu Perkuat Ketahananan dan Kemandirian

Langkah ketahanan pangan dengan mengembangkan kontrak kerja sama dengan komunitas petani dan peternak untuk mendekatkan rantai pasok, menjamin kepastian permintaan produk, serta memberikan insentif harga kepada produsen untuk merawat keberlanjutan produksi petani.

Jakarta, NU Online

Pandemi Covid-19 tidak hanya menimbulkan dampak klinis pada manusia, tetapi juga berbagai dampak sosial dan ekonomi. Salah satu dampak fundamental pandemi Covid-19 adalah ancaman krisis pangan, sampai pada skala global sebagaimana telah diingatkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).

 

Pada masyarakat yang daerahnya terdampak, seperti Yogyakarta dan Sleman, terhentinya banyak aktivitas ekonomi memukul ketahanan ekonomi warga. Dampak yang ditimbulkan bukan saja pada penurunan atau keruntuhan daya beli konsumsi, tetapi juga pelemahan produksi oleh produsen bahan pangan. Apalagi, sebagian besar bahan pangan di perkotaan adalah barang dari luar daerah.

 

Tim Satgas Peduli Covid-19 Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi, Yogyakarta, menyatakan bahwa kebijakan dalam mitigasi ancaman krisis pangan perlu difokuskan pada upaya memperkuat ketahananan dan kemandirian pangan, melalui keterpaduan dan kolaborasi strategis dan taktis di semua lini dalam tata kelola pangan yang melibatkan solidaritas ekonomi seluruh shareholder.

 

"Berdasarkan pengembangan berbagai praktik baik yang sudah ada, baik di tingkat komunitas warga maupun di lingkungan pemerintahan, kebijakan  mitigasi perlu difokuskan pada penataan ulang mata rantai produksi, distribusi, dan konsumsi pangan yang dapat meningkatkan resiliensi warga untuk membangun ketahanan dan kemandirian pangan," ujar Tim Satgas Peduli Covid-19 Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi, Yogyakarta melalui keterangan tertulis soal rekomendasi kebijakan (policy brief) yang diterima NU Online, Kamis (4/6).

 

Untuk lini produksi, tim satgas meminta pemerintah kota melakukan pemetaan dan kerja sama penyediaan pangan pokok dengan kelompok tani di Kota Yogyakarta dan daerah produsen di luar kota. Hal serupa dilakukan terhadap warga untuk penyediaan pangan non pokok skala rumah tangga.

 

Tim satgas juga menyatakan perlunya pemberian insentif biaya produksi berupa benih, pupuk, dan saprodi, baik kepada petani mitra kerja sama maupun penanam skala/lahan rumah tangga, dengan memperluas dan meningkatkan manfaat dari Kartu Tani. 

 

"Kolaborasi dan insentif pendampingan bagi OMS, komunitas, relawan, rumah tangga penanam, organisasi warga, dan PT dalam memperluas gerakan sosial warga untuk kemandirian pangan. Kampanye masif dan dukungan informasi teknis untuk mendorong gerakan menanam bagi ketahanan dan kemandirian pangan," ucapnya.

 

Sedangkan yang perlu dilakukan di tingkat komunitas warga, adalah melakukan pengorganisasian RT/RW dalam gerakan menanam di rumah warga maupun lahan-lahan di sekitar perumahan/kampung yang dapat dioptimalkan seperti RTH dan lahan tidur.

 

"(Komunitas warga perlu) kolaborasi pengembangan pengetahuan, inovasi, perluasan jejaring, bersama organisasi/komunitas pendamping," ucapnya.

 

Adapun pada lini distribusi dan konsumsi, pemerintah kota disebut perlu meningkatkan cadangan pangan pokok (beras) dengan menjalin kontrak kerja sama pembelian hasil panen petani dalam satu paket program insentif biaya produksi untuk petani. Pemerintah kota juga diminta memberikan insentif harga hasil panen di tingkat petani melalui kontrak kerja sama. 

 

"(Pemerintah kota perlu) bekerjasama dengan RPK di setiap kelurahan dalam distribusi bahan pangan dengan harga terjangkau/tersubsidi. Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pendirian lumbung pangan komunitas oleh warga sebagai platform alternatif ketahanan pangan yang dikelola warga secara mandiri," terangnya.

 

Sementara di tingkat komunitas warga, langkah yang perlu dilakukan ialah dengan menghidupkan lumbung pangan komunitas yang dilandasi nilai solidaritas dan kegotong-royongan untuk memperkuat stok pangan komunitas, mendistribusikan bahan pangan pokok dengan harga terjangkau, dan mendistribusi bantuan pangan bagi kelompok rentan dan terdampak.

 

Kemudian mengembangkan kontrak kerja sama dengan komunitas petani dan peternak untuk mendekatkan rantai pasok, menjamin kepastian permintaan produk, serta memberikan insentif harga kepada produsen untuk merawat keberlanjutan produksi petani.

 

Langkah selanjutnya, yakni mengelola lumbung pangan komunitas berlandaskan prinsip solidaritas, partisipatif, transparan, dan akuntabel. Melakukan kendali mutu keamanan pangan yang dijual atau didonasikan.

 

"(Komunitas warga perlu) mengembangkan koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah dalam memantau ketahanan pangan warga di  wilayahnya. Menyimpan dan mengelola surplus hasil panen pertanian rumah tangga dalam kerangka penguatan resiliensi pangan dan ekonomi keluarga," terangnya.

 

Tim penyusun rekomendasi kebijakan ini adalah Muhammad Mustafid, Fatih Gama Abisono, Ahmad Musyaddad, Auag San Salam, Rahman Ghozali, Falahul Arbi, dan Irsyanda Ahmad.

 

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Kendi Setiawan