Nasional

MK: Keputusan Bawaslu soal Pemilu-Pilkada Bersifat Mengikat

NU Online  ·  Kamis, 31 Juli 2025 | 17:00 WIB

MK: Keputusan Bawaslu soal Pemilu-Pilkada Bersifat Mengikat

Sidang pembacaan amar putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (30/7/2025) kemarin.

Jakarta, NU Online

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menetapkan bahwa rekomendasi keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait hasil pengawasan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memiliki kekuatan hukum yang mengikat.


Hal tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 104/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh tiga pemohon yaitu Yusron Ashalirrohman, mahasiswa fresh graduate dari Universitas Mataram; Roby Nurdiansyah, mahasiswa; dan Yudi Pratama Putra, yang bekerja sebagai paralegal.


Dalam putusan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan amar putusan yang mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian.


"Menyatakan kata “rekomendasi” pada Pasal 139 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “putusan”," kata Suhartoyo di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (30/7/2025) kemarin.


Selanjutnya, Suhartoyo juga menyatakan bahwa frasa “memeriksa dan memutus” serta kata “rekomendasi” pada Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tersebut, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai frasa “memeriksa dan memutus” menjadi “menindaklanjuti” dan kata “rekomendasi” menjadi “putusan”.


Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur memberikan pandangan bahwa secara umum, berkaitan dengan kekuatan hukum hasil penegakan pelanggaran administrasi, posisi Pemilu dan Pilkada berada dalam rezim yang sama.


"Mahkamah harus menempatkan dan memosisikan penegakan hukum pelanggaran administrasi Pemilu oleh Bawaslu memiliki kekuatan hukum mengikat, baik bagi semua penyelenggara Pemilu maupun bagi peserta Pemilu," katanya.


Menurut Ridwan, karena penanganan sengketa administratif dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden oleh Bawaslu sudah memiliki kekuatan mengikat dan KPU wajib menindaklanjuti, maka pelanggaran administrasi Pilkada yang ditangani Bawaslu pun harus memiliki kekuatan hukum mengikat yang sama.


"KPU wajib menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan Bawaslu sehingga tidak perlu dikaji ulang oleh KPU/KPU provinsi/KPU kabupaten/kota atau sebutan lainnya," jelasnya.


Selain itu, Ridwan menjelaskan bahwa dalam konteks hukum kepemiluan, maka tidak lagi ada perbedaan antara rezim Pemilu dengan rezim Pilkada.


"Penting bagi Mahkamah mengingatkan pembentuk undang-undang menyelaraskan semua dasar pengaturan yang berkaitan dengan upaya mewujudkan pemilihan yang baik dan berintegritas," terangnya.