Nasional

Moderasi Beragama Diperlukan agar Politik Identitas Tidak Muncul  

Sab, 27 Juli 2019 | 16:30 WIB

Moderasi Beragama Diperlukan agar Politik Identitas Tidak Muncul  

Dialog kebangsaan di Purwakarta, Jabar

Purwakarta, NU Online
Moderasi beragama di Indonesia dinilai perlu diwujudkan oleh semua kalangan, mengingat banyak sekali dampak buruk disebabkan oleh pemahaman agama yang keliru terutama pemahaman ajaran islam garis keras.
 
Radikalisme yang berkembang di Indonesia tidak hanya menyusupi masyarakat secara langsung, kaum fundamentalis di Indonesia memanfaatkan sistem bernegara untuk mewujudkan kepentingan politiknya seperti menciptakan politik identitas.
 
Hal itu menjadi kekuatan tersendiri agar dinamika politik di Indonesia terus memanas, puncaknya pergantian sistem dari demokrasi menjadi sistem yang berasas selain Pancasila dan UUD 45 bisa terlaksana.
 
Pernyataan tersebut terungkap saat kegiatan Talk Show Kebangsaan  yang diselenggarakan Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kebijakan dan Pembangunan (Elkap) Purwakarta, di Menteng Food Zone, di Ciseureh Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (27/7).
 
Kegiatan diskusi yang mengangkat tema terkait dengan dinamika Pemilu dan Kebangsaan di Indonesia tersebut turut dihadiri Ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat, Ahmad Ikhsan Faturrahman, Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purwakarta, KH Ahfaz Fauzi Asyiqien dan Akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) KHEZ Muttaqien, Ramlan Maulana dan ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kabupaten Purwakarta.
 
Akademisi STAI KHEZ Mutaqien, Ramlan Maulana mengatakan, Indonesia merupakan negara yang  mampu mengelola konfliknya sendiri sehingga pengamalan ajaran Islam yang moderat sangat tepat diwujudkan oleh bangsa Indonesia.
 
Menurut tokoh muda NU Purwakarta ini, Pemilu 2019 kemarin semua elemen bangsa dihadapkan dengan masalah agama yang sengaja diciptakan oleh kelompok Islam tertentu. Kelompok Islam Populis tersebut ingin memanfaatkan agama untuk merengkuh kepentingan politik.
 
“Misalnya kita sudah saksikan pada rangkaian Pemilu 2019 kemarin, KPU diterpa hoaks, bahwa KPU sebagai tangan panjang dari rezim. KPU setiap daerah juga dikatakan sudah berpihak kepada pemerintah, termasuk KPU saat mengumumkan hasil pleno dikatakan melakukan kecurangan dengan mencuri waktu,” katanya.
 
Magister Humaniora ini menilai, kelompok Islam populis tersebut menyerang seluruh lembaga negara karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran islam yang mereka anut. Untuk itu, sangat diwajarkan jika terjadi benturan ideologi antara kelompok islam moderat dan kelompok islam radikal.
 
“Untuk menghadapi persoalan tersebut, kita sebagai mahasiswa dalam menyikapi pemilu hari ini dijadikan pmbelajaran untuk masyarakat, menjadi penerang dan bukan menjadi penyebar hoaks,” ucapnya.  
 
Pascaputusan di Mahkamah Konstitusi (MK) satu bulan yang lalu menjadi putusan final dan mengikat. Sehingga semua elemen bangsa harus kembali merajut persatuan dan kesatuan agar kerukunan kembali tercipta.
 
Sementara itu, Ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat, Ahmad Ikhsan Faturrahman menungkapkan, persatuan dan kesatuan telah dilakukan oleh para pendiri bangsa ratusan tahun yang lalu. Pada persatuan itu kemudian lahirlah sebuah falsafah bangsa yang dijadikan rujukan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila.
 
Untuk itu, menurut aktivis Muhamadiyah yang juga Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purwakarta itu, setelah putusan MK  seharusnya dinamika politik yang menghancurkan persatuan anak bangsa terhenti. Apalagi perdebatan yang disebabkan oleh perbedaan pandangan politik, sudah wajib hilang.
 
“Dan hilanglah semua premodealis yang terkapling-kapling. Berbicara mengenai bangsa yang besar, maka kita harusnya fokus dan saatnya berpikir di era golden power untuk tidak mudah terkontaminasi oleh isu-isu hoaks,” tuturnya.
 
Menurut dia, segala ketentuan sifatnya mutlak yaitu tidak ada lagi pertarungan atau perpecahan antar kubu pasangan calon. Dengan memikirkan, bagaimana anak muda dapat mewujudkan cita-cita negara  Indonesia supaya menjadi bangsa yang besar.
 
“Merajut persatuan dan kesatuan adalah suatu hal yang utama agar tidak terjadi pepecahan. Kita lepaskan semua perbedaaan karena berbeda bukan berarti harus terpecah belah. Kita sebagai anak muda juga harus bisa memfilter tentang sesuatu yang sifatnya  mengarah ke persatuan ataupun perpecahan,” pungkasnya. (Abdul Rahman Ahdori/Muiz