Nasional

NKRI Bersyariah Telah Selesai Dibahas di Awal Indonesia Berdiri

Kam, 29 Agustus 2019 | 11:00 WIB

NKRI Bersyariah Telah Selesai Dibahas di Awal Indonesia Berdiri

Peserta dan narasumber berfoto selepas Talkshow Kebangsaan di Kota Serang, Banten, Rabu (25/8) sore. (Foto: Rahman Ahdori/NU Online)

Serang, NU Online
Wacana NKRI Bersyariah yang terus dimunculkan oleh kelompok tertentu memicu perdebatan. Ada yang setuju ada yang menolaknya. Padahal para pendiri negara ini telah merumuskan Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara. 

Pengurus Lembaga Ta’lif wa-Nasyr (LTN) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Malik Mugni menuturkan, wacana NKRI bersyariah merupakan gagasan yang pernah ada. Saat ini sengaja dimunculkan kembali oleh kelompok  tertentu. Menurut Malik, NKRI Bersyariah sudah selesai dibahas para pendiri bangsa yang di dalamnya terdapat berbagai tokoh agama termasuk tokoh Islam antara lain KH Wahid Hasyim dan Bung Hatta.  

“Seperti yang dikatakan oleh Bung Hatta tentang ‘kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluknya’, sebenarnya ungkapan ini brawal dari KH Wahid Hasyim. Ketika poin ini mendapat penolakan dari berbagai tokoh agama, KH Wahid Hasyim tidak melakukan makar, bahkan dengan bijak beliau mengikuti kesepakatan. Akhirnya kalimat ‘kewajiban menjalankan syariat-syariat islam bagi pemeluknya’ diganti menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Kalimat tersebut tentu di dalamnya sudah terdapat nilai-nilai Islam,” jelas Malik saat menjadi narasumber pada Talkshow Kebangsaan di Kota Serang, Banten, Rabu (25/8) sore. 

Ia mengatakan, upaya agar ajaran syariat Islam masuk ke peraturan pemerintah sudah dilakukan sejak lahirnya bumi pertiwi ini. Jika ditelusuri secara mendalam, aturan hukum di Indonesia sudah sangat relevan dengan syariat Islam, sebab tidak ditemukan yang kontras dan bertentangan. Justru kata Malik, pada Undang-undang Perkawinan dan Zakat di UU RI hampir 90 persen berdasarkan ketentuan fiqih Islam. 

“Rapat yang sudah dilaksanakan BPUPKI tahun 1945 juga sudah pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Kemudian  menghasilkan Piagam Madinah dan menghasilkan kesepakatan tidak ada pembeda antara Muslim dan non-Muslim,” ujarnya. 

Lebih lanjut ia mengatakan, kelompok yang memunculkan NKRI Bersyariah era kini kentara dengan kepentingan politik. Di dalamnya juga didominasi mantan tim sukses pasangan calon presiden tertentu pada Pemilu 2019 kemarin.

“Prabowo mengakui kemenangan Jokowi. Mereka (kelompok yang mewcanakan NKRI bersyariah) tetap tidak mau. Karena  takut dianggap bughat maka mereka membuat wacana baru, NKRI bersyariah,” ucapnya. 

Menurut alumnus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banten ini, wacana NKRI Bersyariah patut untuk dikaji apakah di dalamnya ada muatan makar atau tidak. Sebab, jika dikaitkan sacara ilmiah dan hukum NKRI Bersyairah batal, artinya sudah tidak relevan di tengah keragaman suku, agama, di Indonesia. 

Senada dengan dia, dinyatakan pula aktivis Universitas Trisakti, Ruzi Setiawan. Menurutnya, dewasa kini masyarakat hidup bukan pada ruang kosong, melainkan terdapat berbagai aturan yang mengikat yang harus ditaati masyarakat tersebut. Kehidupannya, dikelilingi oleh norma hukum, norma sosial dan norma agama.

“Untuk itu, saya mengajak kepada seluruh peserta diskusi untuk tidak abai terhadap persoalan gerakan pemikiran tertentu yang hilir mudik muncul di media sosial, terlebih yang menyangkut aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya. 

Hadir pada diskusi tesebut ratusan mahasiswa dan aktivis Banten antara lain kader PMII, GMNI, HMI dan BEM se-Banten. Selain dua pembicara itu, hadir juga Koodinator Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP) Banten, Nana Subana, sebagai pemateri. (Abdul Rahman Ahdori)