Nasional

Nyai Badriyah Fayumi Beberkan Sisi Historis Pesantren dan Kampus sebagai Tempat Kongres KUPI

Kam, 24 November 2022 | 17:45 WIB

Nyai Badriyah Fayumi Beberkan Sisi Historis Pesantren dan Kampus sebagai Tempat Kongres KUPI

Ketua Pengarah Majelis Kogres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II, Nyai Hj Badriyah Fayumi saat menyampaikan sambutannya pada Kongres KUPI II. (Foto: Tangkapan layar Youtube)

Jakarta, NU Online 
Ketua Pengarah Majelis Kogres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II, Nyai Hj Badriyah Fayumi membeberkan sisi historis terkait pesantren dan kampus atau perguruan tinggi Islam yang kerap dijadikan sebagai tempat perhelatan konferensi internasional dan kongres KUPI. 


Alasan dipilihnya kampus dan pesantren sebagai tempat dan tuan rumah KUPI, kata dia, karena tradisi keilmuan yang ada di kedua tempat itu sama-sama mempunyai penekanan dan kekhasan yang menjadi tiang penting cara berpikir keulamaan KUPI.


“Pesantren mewakili keilmuan Islam yang berbasis turots, belajar secara urut sampai khatam. Sementara, kampus mewakili tradisi keilmuan Islam yang melihat satu pesoalan secara tematik dan komprehensif dengan pendekatan disipliner,” kata Nyai Badriyah saat memberikan sambutan pada Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/11/2022).


“Kedua hal itu kita gunakan dalam KUPI merespons segala persoalan termasuk dalam merumuskan hasil musyawarah keagamaan beserta rekomendasinya,” lanjut dia. 


Ia juga mengatakan, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia memiliki akar dan jejak-jejak sejarah panjang mengacu ke peradaban pra-Islam yang dapat ditelusuri. Sedangkan, perguruan tinggi Islam memiliki sisi historisitas, modernitas, dan lokalitas, sebagai rujukan KUPI dalam merespons dan menyikapi segala macam persoalan, juga cara berpikir. 


“Pesantren dan kampus kita pilih karena pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, mewakili kehidupan masa lalu sampai saat ini. Perguruan tinggi yang dikembangkan dengan keilmuan yang  komprehensif memiliki akses yang sangat bagus untuk bisa menjangkau dunia internasional,” terang pengasuh Pondok Pesantren Mahasina, Pondok Gede itu. 


Nyai Badriyah menyebut, kedua lembaga pendidikan Islam tersebut sebagai rance (penopang) gerakan KUPI, yang mengakar dan melebar di akar rumput dalam mengayomi dan memberdayakan masyarakat di akar rumput. 


“Kedua lembaga itu berhasil menopang KUPI dalam membersamai mereka yang terpinggirkan dan terluka, sekaligus mempengaruhi kebijakan nasional dan bisa diamplipikasi dan bisa juga disuarakan dan bergema di dunia internasional,” ucap alumnus Universitas Al Azhar Kairo, Mesir itu. 


Kampus dan pesantren sebagai tempat khidmah

Lebih lanjut, Nyai Badriyah menyampaikan bahwa pesantren dan kampus sama-sama memliki tradisi keilmuan yang mempunyai ruang khidmah utama bagi para ulama, termasuk ulama-ulama perempuan. 


“Kita pilih perguruan tinggi sekaligus pesantren sebagai tempat penyelenggaraan KUPI karena di dua tempat inilah pengkaderan ulama pesantren yang utama bermula,” katanya. 


Menurutnya, tidak sedikit tokoh-tokoh perempuan yang mengabdikan dirinya di pesantren dan perguruan tinggi, dengan tujuan memberdayakan dan mengayomi masyarakat.


“Ulama perempuan akademisi khidmahnya di kampus dengan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ulama perempuan di pesantren, para ibu nyai melakukan khidmah pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat,” tutur dia. 


Oleh karena itu, ia berharap Kongres KUPI II menjadi momentum untuk memperkuat basis keulamaan, baik yang berkhidmah di pesantren maupun di perguruan tinggi. 


“Karena pesantren dan perguruan tinggi adalah pilar penting dari keulamaan perempuan di Indonesia,” tandas Nyai Badriyah. 


Untuk diketahui bersama, Konferensi Internasional dan KUPI II akan diikuti sekitar 1.500 orang dari 32 provinsi. Puluhan ulama perempuan dari 37 negara akan hadir di perhelatan akbar yang mengambil tajuk “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan dalam Membangun Peradaban yang Berkeadilan” ini.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin