Nasional SULUK MALEMAN

Orang Beragama Tak Boleh Nyinyir

Sen, 22 Oktober 2018 | 00:45 WIB

Orang Beragama Tak Boleh Nyinyir

Ngaji NgAllah Suluk Maleman, Sabtu (20/10).

Pati, NU Online
Sikap beragama kembali menjadi bahasan yang menarik dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman, Sabtu (20/10) malam kemarin. Dalam edisi ke-82 tersebut, Anis Sholeh Baasyin kembali mengingatkan jika orang beragama seharusnya tidak nyinyir atau bersikap sinis terhadap apa saja.

Saat membuka Suluk Maleman, yang malam itu membahas tema Berbuih-buih Dahulu, Bersakit-sakit Kemudian; Anis langsung menyentil perihal begitu mudahnya masyarakat sekarang ini nyinyir terhadap berbagai hal. Padahal jika seseorang beragama tentu saja akan melihat sesuatu yang buruk pun sebagai kebaikan yang belum sempurna.

“Jika beragama dengan benar tentu akan membawa jejak kebahagiaan dan tidak akan pernah menyakiti siapa pun. Bahkan dulu, Nabi pun menjadikan perang sebagai pilihan yang paling terakhir,” terangnya.

Kalau merujuk pada pendapat para ahli tasawuf, bahwa sejatinya semua hal terjadi atas kuasa Allah, maka tentu saja tidak pantas menyinyiri apa pun yang telah menjadi kehenda-Nya.

“Ulama Yahudi menghukumi Nabi Isa juga berlandas pemahamannya atas kitab. Mereka sudah menganggap pemahaman mereka atas kitab sebagai yang paling benar sehingga merasa berhak menghukumi yang lain,” terangnya.

Di sisi lain, Anis juga mencoba memaknai hadits tentang umat Islam akhir zaman yang jumlahnya banyak tapi keberadaannya bak buih. Menurut Anis, buih adalah sesuatu yang tak punya kesejatian. Ia hanya citra bentuk yang tercipta karena teraduknya air yang mengandung surfaktan, baik oleh gelombang maupun lainnya.

Anis kemudian menyebut bahwa bisa jadi yang dimaksud hadits tersebut adalah pada akhirnya ummat Islam hanya hadir sebagai sekedar citra
yang tak memiliki kesejatian lagi. Bercitra Islam tapi tak punya kesejatian Islam.

Apalagi bila dihubungkan dengan hadits lain yang menyebut bahwa Islam pada mulanya asing, dan pada akhirnya kembali asing; maka bisa dikatakan bahwa mayoritas ummat hanya akan berhenti pada citra Islam, bukan pada kesejatian substansi Islam.

Sementara itu KH Ahmad Nadhif Abdul Mudjib, narasumber lainnya mengungkapkan keberhasilan Rasullullah dalam mengembangkan umat justru karena selalu melihat kebaikan. Hal itulah yang seharusnya diteladani sekarang ini.

“Karena semua yang diciptakan itu tidak ada yang sia-sia. Jadi pasti ada kebaikannya,” terangnya.

Hal senada pun turut diungkapkan oleh Drs Ilyas. Dia menyebut jika Islam merupakan satu rumah besar yang bisa dimasuki dari ribuan pintu. Oleh sebab itu, dirinya berharap agar umat tidak mudah kaget akan sesuatu yang baru.

“Maka dari itu harus banyak mencari wawasan agar tidak kagetan,” tambahnya.

Jalannya Suluk Maleman di Rumah Adab Indonesia Mulia itu bertambah semarak dengan hadirnya presiden Jancukers Sujiwo Tedjo. Tak hanya menyampaikan pendapatnya, Sujiwo Tedjo pun sempat membawakan sejumlah lagu. Hal tersebut membuat para pemuda dan hadirin untuk ikut bernyanyi bersama.

“Kumbakarna saat mencari justru tidak mendapatkan apapun. Tapi saat tidak mencari justru mendapatkan banyak hal. Terkadang kita diajari dengan cara seperti itu,” ujarnya.

Suasana diskusi itu juga semakin menghangat dengan selingan musik yang dibawakan oleh Sampak GusUran. Tercatat ratusan hadirin tetap setia menyaksikan hingga rampung pada Ahad dini hari (21/10). (Red: Kendi Setiawan)