Nasional

Pakar Gizi Ungkap 3 Faktor Krusial Penyebab Keracunan Makanan Program MBG

NU Online  ·  Rabu, 7 Mei 2025 | 12:00 WIB

Pakar Gizi Ungkap 3 Faktor Krusial Penyebab Keracunan Makanan Program MBG

Potret menu makan bergizi gratis. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Sejumlah siswa dan guru di berbagai daerah mengalami keracunan setelah menyantap makan bergizi gratis (MBG). Melihat peristiwa itu, setidaknya ada tiga faktor krusial sehingga mereka bisa keracunan. 


“Setidaknya ada 3 hal krusial keracunan itu bisa terjadi,” katan Fahmy Arif Tsani, Pakar Gizi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, kepada NU Online pada Selasa (6/5/2025).


Hal tersebut meliputi spesifikasi bahan makanan; penanganan dan penyimpanan; serta higienitas personal dan sanitasi lingkungan.


1. Spesifikasi bahan makanan

Ia menyampaikan bahwa kasus keracunan MBG yang terjadi karena kelalaian dalam memperhatikan spesifikasi bahan makan mentah. Ada kemungkinan bahan sudah terkontaminasi sejak awal,terutama produk-produk hewani dan makanan basah seperti daging, ayam, serta hasil laut yang sangat rawan terhadap bakteri, mikroba, atau patogen.


Menurutnya, bahan makanan memiliki spesifikasi yang berbeda, antara makanan basah dan makanan kering. Oleh karena itu, penyelenggara MBG dalam skala besar harus memahami standar spesifikasi untuk semua produk makanan.


“Terutama semua makanan basah, seperti daging, ayam, produk laut, itu rawan bakteri. Maka harus punya spesifikasi yang baik,” ujar Sekretaris Umum Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia itu.


“Termasuk bahan makanan kering. Bagaimana beras yang baik, telur yang baik, bumbu-bumbu, bawang merah, bawang putih yang baik? Semua ada spesifikasinya,” tambahnya.


Selain itu, ia juga mengingatkan penyelenggara MBG harus tegas dalam menolak bahan yang tidak sesuai standar. Terlebih bahan makanan sayur dan buah yang memiliki umur simpan pendek.


“Kalau tidak sesuai standar spesifikasi, sebaiknya disortir atau lebih baik tidak diterima atau ditolak,” tegasnya.


2. Penanganan dan penyimpanan bahan makanan

Keracunan juga bisa diakibatkan dari penanganan dan penyimpanan bahan makanan. Proses ini mencakup mulai dari penerimaan bahan, penyimpanan, hingga pengolahan.


Terkadang, bahan makanan sudah sesuai standar, tapi penyimpanannya terlalu lama atau tidak sesuai prosedur. Hal ini bisa menurunkan kualitas bahan dan menimbulkan sumber kontaminasi, munculnya bakteri, patogen. Karenanya, ia menekankan bahwa penyelenggara MBG harus memahami konsep dan metode penyimpanan bahan makanan yang tepat.


Fahmy menjelaskan bahwa metode yang sering digunakan adalah Just-in-Time (JIT) dan First In, First Out (FIFO). Metode JIT diterapkan untuk bahan segar yang tidak boleh disimpan terlalu lama, sedangkan FIFO diterapkan untuk bahan yang bisa disimpan lebih lama, dengan menggunakan bahan yang datang terlebih dahulu.


“Daging dan ikan, selain metode penyimpanan, pengaturan suhu juga harus diperhatikan, tidak boleh hanya disimpan di suhu dingin saja, tetapi harus di freezer yang dinginnya minus. Karena, suhu yang dingin saja bukan yang dingin banget itu masih dapat mendatangkan patogen,” katanya.


Ia mengingatkan bahwa proses pengolahan makanan harus dilakukan secara cermat. Sebab, bakteri dan patogen bisa hilang melalui pemasakan. Karenanya, makanan dengan bahan daging atau ikan laut sebaiknya tidak disajikan setengah matang, agar bakteri, patogen tidak muncul.


Ia juga menegaskan bahwa makanan matang, memiliki waktu simpan maksimal tiga jam. "Ketika distribusinya terlalu lama, kalau makanan jadi dalam paket makan itu ya paling maksimal dua sampai tiga jam, itu maksimal, jangan melebihi itu,” tegasnya.


3. Higienitas personal dan sanitasi lingkungan

Fahmy menyampaikan bahwa kebersihanan pribadi penjamah makanan dan sanitasi lingkungan tempat pengolahan makanan jadi aspek penting.


“Bisa jadi yang keracunan itu karena penjamah makanan mungkin habis dari toilet dan tidak cuci tangan dengan bersih, itu bisa menjadi sumber keracunan karena memunculkan bakteri, patogen,” katanya.


Ia menegaskan bahwa seluruh proses pengolahan makanan harus dilakukan oleh individu yang memahami pentingnya kebersihan diri dan lingkungan. Alat-alat masak, peralatan makan, dan dapur harus dalam kondisi higienis. “Alat makannya, alat penyajian piringnya itu harus higienis,” tegasnya.


Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyebut pihaknya tengah mencari penyebab keracunan itu. Pasalnya, hasil laboratorium atas makanan, muntahan, hingga wadah itu negatif. "Kami sedang mencari kurang lebih apa yang sebetulnya menyebabkan karena dari segi masakan, hasil laboratorium itu negatif," ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (6/5/2025), sebagaimana dilansir Antaranews.


Sebagai informasi, terdapat sejumlah kasus keracunan massal program MBG pada tahun 2025. Berdasarkan penelusuran NU Online, terdapat delapan kasus keracunan MBG di berbagai wilayah di Indonesia.

  1. Sekolah di Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan terdapat 174 siswa;
  2. Sekolah di Cianjur, Jawa Barat terdapat 78 siswa dari 2 sekolah;
  3. SDN 33 Kasipute, Bombana, Sulawesi Tenggara terdapat 13 siswa;
  4. SDN Proyonangan 5 Batang, Jawa Tengah terdapat 60 siswa;
  5. SD Katolik Andaluri, Wangipu, Sumbawa Timur terdapat 29 siswa;
  6. SDN 2 Alaswangi, Pandeglang, Jawa Barat terdapat 40 siswa;
  7. SDN 3 Dukuh, Sukoharjo, Jawa Tengah terdapat 40 siswa; dan
  8. SD Wonorejo, Karanganyar, Jawa Tengah terdapat 2 siswa.