Nasional

Pandangan Fikih soal Ganja Medis

Kam, 30 Juni 2022 | 12:00 WIB

Pandangan Fikih soal Ganja Medis

Perjuangan Santi Warastuti menuntut legalisasi ganja medis demi anaknya yang lumpuh. Santi yang merupakan pemohon uji materi UU Narkotika melakukan aksi berjalan kaki dari bundaran HI ke depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Ahad (26/6/2022). (Foto: Tirto/Riyan Setiawan)

Jakarta, NU Online

Wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis saat ini kembali menjadi pembahasan publik. Hal ini juga direspons oleh Wakil Presiden RI sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma'ruf Amin.

 

Wapres menyebut bahwa fatwa MUI selama ini melarang penggunaan ganja. Namun menurutnya, MUI perlu membuat pengecualian melalui fatwa baru yang mengatur kriteria kebolehan penggunaan ganja untuk kesehatan.


“Saya minta MUI nanti segera membuat fatwanya untuk dipedomani, jangan sampai berlebihan dan menimbulkan kemudaratan,” ungkap Kiai Ma’ruf di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (28/6/2022). "Masalah kesehatan itu saya kira nanti MUI [membuat] pengecualian. MUI harus membuat fatwanya, fatwa baru pembolehannya. Artinya ada kriteria."


Ia juga menjelaskan bahwa fatwa itu nantinya bisa menjadi pedoman bagi DPR dalam menyikapi wacana ganja untuk kebutuhan medis.


Terkait dengan hal ini, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH. Ma'ruf Khozin juga ikut memberikan pandangannya dari perspektif fikih. Mengutip hadits Nabi Muhammad, ia mengungkapkan bahwa Allah tidak menjadikan obat untuk manusia di dalam hal-hal yang diharamkan.


Dalam kitab Al-Majmu' juz 8, halaman: 53, hadits tersebut dimaknai bahwa jika tidak ada keperluan memanfaatkan barang haram untuk obat, misalnya karena ada benda lain yang suci dan berfungsi sama, maka barang haram tersebut tidak boleh digunakan.


Menurut Kiai Ma'ruf Khozin, sebaiknya menunggu hasil uji klinis yang menunjukkan mana saja kandungan dalam ganja yang sama sekali tidak ada obat alternatifnya. “Jika bahan yang terdapat dalam ganja sudah menjadi satu-satunya, maka masuk kategori darurat,” ujarnya.


Pada tahun 2020, pembahasan tentang ganja sebagai alternatif pengobatan medis juga sempat menghangat setelah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menetapkan tanaman ganja sebagai salah satu tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian melalui Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020.


Dalam Kepmen tersebut, ganja masuk dalam lampiran jenis tanaman obat yang dibina oleh Direktorat Jenderal Hortikultura. Ganja masuk kategori bersama 66 jenis tanaman obat lain seperti kecubung, mengkudu, kratom, brotowali, sampai purwoceng.


Bagaimana dengan kebijakan negara-negara lain terkait penggunaan ganja? Dilansir Motley Fool, ada 30 negara yang melegalkan ganja untuk kepentingan medis di antaranya Argentina, Jerman, Belanda, Australia, dan Yunani.


Di Asia Tenggara, seperti diberitakan CBS News, juga sudah ada negara yang melegalkan ganja yakni Thailand. Negeri Gajah Putih ini menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan ganja untuk medis dan industri. Thailand juga telah mengambil kebijakan untuk menghapus semua bagian ganja dari daftar tanaman obat-obatan narkotika.


Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad