Nasional

Panduan Pelaksanaan I'tikaf: Lengkap dengan Dalil, Rukun, dan Lafal Niatnya

Rab, 3 April 2024 | 13:00 WIB

Panduan Pelaksanaan I'tikaf: Lengkap dengan Dalil, Rukun, dan Lafal Niatnya

Ilustrasi i'tikaf di masjid. (Foto: NU Online Jabar/Freepik)

Jakarta, NU Online

Salah satu amalan sunnah di sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah memperbanyak i'tikaf di masjid. Hal ini sebagaimana penjelasan dari Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in dalam artikel NU Online berjudul Ini Tiga Amalan Utama Sepuluh Akhir Ramadhan


Kemudian dalam tulisan di NU Online berjudul Tata Cara I'tikaf dan Keutamaannya di Bulan Ramadhan, Pengasuh Majelis Taklim Syubbanul Muttaqin, Jayagiri, Sukanagara, Cianjur, Jawa Barat, Ustadz M Tatam Wijaya menjelaskan dengan detail mengenai i’tikaf di bulan Ramadhan.


Pengertian i’tikaf

Secara terminologi, i'tikaf adalah berdiam diri di masjid disertai dengan niat. Tujuannya adalah semata beribadah kepada Allah, khususnya ibadah yang biasa dilakukan di masjid.


Demi meraih keutamaan yang lebih besar, seseorang tentu dapat memperbanyak ragam niatnya, antara lain berniat mengunjungi dan menghormati masjid sebagai rumah Allah, berzikir dan mendekatkan diri kepada-Nya, mengharap rahmat dan ridha-Nya, bermuhasabah, mengingat hari akhir, mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu agama, bergaul dengan orang-orang saleh dan cinta kepada-Nya, memutus segala hal yang dapat melupakan akhirat, dan sebagainya.


Dalil i'tikaf 

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menyatakan bahwa i'tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan itu bagaikan beri'tikaf bersamanya.


مَنِ اعْتَكَفَ مَعِيْ فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ


Artinya, "Siapa yang ingin beri'tikaf bersamaku, maka beri'tikaflah pada sepuluh malam terakhir"  (HR Ibnu Hibban)


Waktu pelaksanaan

I’tikaf dapat dilakukan setiap saat, termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan shalat. Melakukannya pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, lebih utama dibanding pada waktu-waktu yang lain, demi menggapai keutamaan Lailatul Qadar yang waktunya dirahasiakan Allah.


Karena dirahasiakan itulah, maka siapa pun perlu mengisi malam-malam Ramdhan dengan berbagai amaliah, baik wajib maupun sunnah, dengan tujuan agar tidak terlewatkan.


Hukum i’tikaf

Hukum asalnya adalah sunnah, tetapi bisa berubah menjadi wajib apabila dinazarkan. Selain itu, hukumnya bisa menjadi haram bila dilakukan oleh seorang istri atau hamba sahaya tanpa izin, dan menjadi makruh bila dilakukan oleh perempuan yang bertingkah dan mengundang fitnah meski disertai izin.


Rukun i'tikaf

Dalam tulisan tersebut, Ustadz Tatam menjelaskan bahwa rukun i'tikaf itu ada empat:


1. Niat

Saat berniat, seorang yang beri’tikaf harus menyebutkan status fardhu i’tikafnya apabila i'tikaf tersebut dinadzarkan. Dan berdasarkan pendapat kuat, seluruh i'tikaf itu menjadi fardhu, baik ditentukan lamanya maupun tidak.

2. Berdiam diri di masjid, sekurang-kurangnya selama tuma'ninah shalat. 

3. Masjid

4. Orang yang beri'tikaf


Syarat orang beri'tikaf

Mengenai syarat orang yang beri'tikaf, dalam keterangan yang ada di Kitab Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah juz 5 halaman 209 disebutkan bahwa ada beberapa syarat orang beri'tikaf:


1. Beragama Islam

Maka tidak sah i'tikafnya orang kafir karena mereka bukanlah ahli ibadah

2. Berakal sehat

3. Tamyiz

4. Suci dari dari haid dan nifas

Tidak sah i'tikafnya orang yang sedang dalam keadaan haid maupun nifas karena keduanya dilarang berada di masjid, sedangkan i'tikaf itu hanya bisa dilakukan di masjid.

5. Suci dari junub

Tidak sah i'tikaf yang sedang dalam keadaan junub, sebab mereka dilarang untuk berlama-lama di dalam masjid.


Macam-macam i'tikaf beserta niatnya


I'tikaf ada tiga macam, yakni:

1. I’tikaf mutlak

Orang yang hendak beri'tikaf cukup berniat sebagai berikut:


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى


Artinya, "Aku berniat i'tikaf di masjid ini karena Allah"


2. I’tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus. Misalnya sehari, semalam penuh, atau selama satu bulan, berikut niatnya:


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا / لَيْلًا كَامِلًا / شَهْرًا لِلَّهِ تَعَالَى


Artinya, "Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah."


3. I’tikaf yang dinazarkan


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى


Artinya, "Aku berniat i'tikaf di masjid ini fardhu karena Allah."


نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فَرْضًا للهِ تَعَالَى


Artinya, "Aku berniat i'tikaf  di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah."


Dalam i'tikaf mutlak, apabila seseorang keluar dari masjid tanpa maksud kembali, kemudian kembali, maka harus membaca niat lagi. I'tikaf yang kedua setelah kembali itu dianggap sebagai i'tikaf baru.


Hal ini berbeda bila seseorang memang berniat kembali, baik kembalinya ke masjid semula maupun ke masjid lain, maka niat sebelumnya tidak batal dan tidak perlu niat baru.


Hal-hal yang membatalkan i’tikaf


1. Berhubungan suami-istri

2. Mengeluarkan sperma

3. Mabuk yang disengaja

4. Murtad

6. Haid

7. Nifas

8. Keluar tanpa alasan

9. Keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda Keluar disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena keinginan sendiri.