Nasional

PBNU Pertimbangkan Aspek Keberlanjutan dalam Tata Kelola Lobster

Kam, 6 Agustus 2020 | 04:00 WIB

PBNU Pertimbangkan Aspek Keberlanjutan dalam Tata Kelola Lobster

“Bahkan ini (ekspor benih lobster) masuk dalam kategori perusakan pada salah satu biota laut yang diharamkan.” (Ilustrasi: kkp.go.id)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM PBNU) menghitung sisi keberlanjutan terkait tata kelola lobster. PBNU menggunakan logika keberlanjutan dalam pemanfaatan lobster, satu dari jutaan sumber daya laut Indonesia.


Setelah mendengar narasumber dari berbagai kalangan, LBM PBNU memutuskan dalam musyawarah bahtsul masail diniyyah al-qanuniyah-nya, Selasa (4/8) malam, kebijakan pemerintah terkait tata kelola lobster harus mempertimbangkan dampaknya dalam jangka pendek dan jangka panjang.


Oleh karena itu, LBM PBNU meminta agar kebijakan ekspor benih lobster yang tertuang dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia harus mempertimbangkan aspek maslahat dan mafsadahnya secara nyata muhaqqaqah, sebagaimana keputusan Muktamar XXXII NU di Makassar tahun 2010.


“Kebijakan ekspor benih lobster, jika berlangsung dalam skala massif sehingga mempercepat kepunahan, bukan hanya benihnya tetapi juga lobsternya, bertentangan dengan ajaran Islam. Karena kebijakan demikian berdampak buruk bagi para nelayan yang hidup pada genenarasi setelahnya yang tidak dapat menikmati lobster. Begitu juga akan berdampak pada pendapatan mereka,” sebagaimana tertuang dalam putusan LBM PBNU terkait kebijakan ekspor benih lobster.


LBM PBNU memandang kebijakan ekspor benih lobster juga bertentangan dengan salah satu tujuan sustainable development (pembangun berkelanjutan) pemerintah Indonesia, yaitu melestarikan dan menggunakan samudera, lautan serta sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan.


Dengan demikian, apabila pengambilan benih lobster dalam skala masif untuk diekspor berpotensi kuat mempercepat kepunahannya dan berakibat pada kelahiran mafsadah atau kerugian bagi generasi mendatang, maka ekspor benih lobster secara kajian hukum Islam tidak diperbolehkan.


“Bahkan ini (ekspor benih lobster) masuk dalam kategori perusakan pada salah satu biota laut yang diharamkan,” demikian tertuang dalam putusan LBM PBNU terkait kebijakan ekspor benih lobster yang kajiannya diselenggarakan secara intensif selama sepekan terakhir.


Adapun pembelian benih lobster dari nelayan kecil, bagi LBM PBNU, dapat tetap difasilitasi dalam rangka meningkatkan pendapatan nelayan kecil. Jual beli benih lobster tidak dilarang sebagaimana Permen KP 56/2016. Tetapi benih lobster yang dibeli dari nelayan kecil itu bukan maksudkan untuk diekspor, melainkan dibudidayakan sampai memenuhi standar ekspor, dalam bentuk lobster dewasa.


Yang jelas, izin ekspor diberikan bukan untuk ekspor benih, tetapi untuk ekspor lobster dewasa. Kewajiban eksportir dalam pembudidayaan lobster harus didorong sampai menghasilkan lobster dewasa, bukan sekadar benih lalu diekspor. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lobster dari perairan Indonesia.


Sebelum merumuskan final keputusan sidang komisi bahtsul masail diniyah al-qanuniyah, LBM PBNU mengadakan diskusi daring secara intensif yang melibatkan berbagai kalangan mulai dari pemerintah, serikat nelayan, para peneliti, dan akademisi.


Para kiai yang turut serta dalam pembahasan rumusan itu antara lain adalah Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, Katib Syuriyah PBNU KH Miftah Faqih, LBM PBNU KH Asnawi Ridwan, Bendahara Lbm PBNU KH Najib Bukhari, Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna, Wakil Ketua LBM PBNU KH Mahbub Maafi, Sekretaris Lbm PWNU Kiai Muntaha.


Pewarta: Alhafiz Kurniawan

Editor: Abdullah Alawi