Kiai Said menyebut beberapa putusan keislaman terkait kebangsaan dari sebelum Indonesia merdeka pada Muktamar NU 1936 di Banjarmasin hingga putusan terbaru soal sebutan nonmuslim bagi warga negara Indonesia pemeluk bukan Islam pada Munas NU 2019 di Kota Banjar, Jabar. (Foto: istimewa)
Alhafiz Kurniawan
Penulis
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menyambut Sekretaris Jenderal International Islamic Fiqih Academy (IIFA) atau Sekjen Komite Fiqih Islam OKI Prof Dr Koutoub Moustapha Sano di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat, Rabu (9/6) sore.
Pertemuan keduanya dibuat dalam format sejenis ceramah umum terkait kajian fiqih dan kontekstualisasinya. Dalam kunjungan ilmiah tersebut keduanya menggunakan bahasa Arab.
"Kami bahagia dan terhormat atas kunjungan Anda. Kami berterima kasih atas penyampaian materi Anda pada kesempatan forum ini. Terima kasih telah mengunjungi kantor kami ini. Kami tidak menyangka Anda akan mampir pada kantor ini,"Â kata Kiai Said Aqil dalam bahasa Arab di hadapan peserta yang sangat terbatas di aula Lantai 8 PBNU.
Di awal pertemuan, Kiai Said menjelaskan profil singkat Nahdlatul Ulama. Kiai Said menyebut jumlah Nahdliyin, lembaga dan badan otonom, sikap keagamaan dan kebangsaan, dan mekanisme pengambilan hukum (istinbathul ahkam) melalui musyawarah bahtsul masail di lingkungan NU.
Di hadapan Prof Koutoub, Kiai Said menyebut beberapa putusan keislaman terkait kebangsaan dari sebelum Indonesia merdeka pada Muktamar NU 1936 di Banjarmasin hingga putusan terbaru soal sebutan nonmuslim bagi warga negara Indonesia pemeluk bukan Islam pada Munas NU 2019 di Kota Banjar, Jabar.
"Sekali lagi terima kasih banyak (atas kehadirannya)," kata Kiai Said menyambut gembira rihlah ilmiah Prof Koutoub Moustapha Sano.
Sebaliknya Prof Koutoub menyatakan kegembiraannya dapat mengunjungi kantor PBNU. Menurutnya, NU merupakan ormas yang berkontribusi besar bagi dunia Islam baik di dalam maupun di luar negeri.
"Saya kira NU tidak perlu lagi diperkenalkan karena sudah sangat terkenal di kalangan negara Islam dan dunia pada umumnya,"Â kata Prof Koutoub dalam Bahasa Arab pada awal sambutannya sambil tersenyum.
Prof Koutoub dalam ceramahnya lebih banyak mengupas kelenturan fiqih Islam. Menurutnya, ajaran Islam selalu relevan pada setiap zaman dan setiap daerah. Semuanya memiliki solusinya dalam kajian fiqih yang kuncinya terdapat pada kontekstualisasi.
Â
Penyampaian ceramah terkait fiqih kontekstual dan kunjungan ilmiah ini berlangsung dengan pengantar Bahasa Arab hingga pertemuan selesai.
Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menata Pola Hidup Positif Pasca-Ramadhan
2
Khutbah Jumat: Meraih Pahala Berlimpah dengan Puasa SyawalÂ
3
Khutbah Jumat: Syawal, Menjalin Silaturahmi dan Memperkokoh Persatuan Bangsa
4
Hukum Mengulang Akad Nikah karena Grogi
5
Kalahkan Australia 1-0, Timnas Indonesia Berpeluang Lolos Fase Grup Piala Asia U-23 2024
6
Sejarah Awal Berdirinya Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon
Terkini
Lihat Semua