Jakarta, NU Online
Pendidikan agama selama ini lebih menekankan pada aspek individu personal dengan ibadahnya. Materi dalam pelajaran tersebut kurang mengedepankan hubungan antarmanusia.
"Pendidikan keagamaan itu paling tidak harus memiliki dua dimensi, yakni dimensi ibadah dan dimensi sosial," kata Jajang Jahroni, Rabu (16/1). Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) tersebut ditemui NU Online usai penutupan seminar internasional di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta Selatan.
Selain itu, pendidikan agama juga harus memiliki aspek pendidikan antaragama. Artinya, siswa diberikan pengetahuan tentang agama lainnya agar saling memahami.
"Perlu juga tahu Kristen, Judaisme. Sebab, Judaisme itu beda dengan pendudukan Israel sendiri," katanya.
Lebih lanjut, Jajang juga mengungkapkan bahwa pendidikan agama juga perlu memuat materi kebangsaan. Sebab, pendidikan agama kerap kali menjadi kendaraan untuk mengarahkan pada sikap politik tertentu.
"Pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan itu harus seimbang. Ini semacam check and balance," jelasnya.
Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menjelaskan bahwa pendidikan agama harus mempromosikan toleransi. Sebuah ironi jika belajar agama, tetapi semakin tidak toleran.
"Harusnya kan makin belajar agama orang itu semakin toleran," ungkap alumnus Pondok Buntet Pesantren Cirebon, itu. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)