Nasional

Pentingnya Tempatkan Ekonomi Berbasis Agraria dan Kelautan sebagai Pilar Utama NU

Sab, 2 Desember 2023 | 22:00 WIB

Pentingnya Tempatkan Ekonomi Berbasis Agraria dan Kelautan sebagai Pilar Utama NU

Sesi Diskusi Paralel membayangkan masyarakat masa depan dari pendekatan ekonomi dan politik, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (2/12/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Direktur Eksekutif Prakarsa Ah Maftuchan menekankan pentingnya menempatkan ekonomi berbasis agraria dan kelautan sebagai pilar utama bagi Nahdlatul Ulama (NU). Meskipun tren masyarakat bergeser dari pedesaan menjadi suburban atau pinggiran kota, Maftuh menekankan perlunya memperhatikan sektor pertanian dan perikanan untuk memastikan ekonomi NU tetap relevan dan adaptif. 


“Perhatian terhadap ekonomi berbasis komoditas, yakni agraria dan maritim, kelautan, perikanan, ini perlu menjadi pilar, kita perlu tempatkan sebagai pilar utama bagi Nahdlatul Ulama,” ujarnya, dalam Sesi Diskusi Paralel dengan pendekatan ekonomi dan politik di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (2/12/2023). 


Ia mengingatkan perlunya melihat bagaimana komoditas ditempatkan dalam kerangka yang lebih adaptif terhadap perkembangan situasi, dengan fokus pada upaya untuk mendorong nilai tambah di sektor perikanan dan pertanian.


Menurutnya, pemerintah saat ini sedang mencoba untuk mendorong hilirisasi. Namun, jenis hilirisasi yang sedang berkembang memiliki bias, khususnya dalam aspek ekonomi biaya tinggi. 


Hal ini dikarenakan fokus hilirisasi lebih condong kepada sektor industri ekstraktif seperti nikel dan tambang, sementara hilirisasi yang berasal dari sektor non-ekstraktif seperti pertanian dan perikanan masih dianggap kurang mendapat perhatian.


“NU perlu bekerja di situ, misalnya teman-teman yang bekerja di tambak udang itu tidak lagi hanya jual udangnya, tetapi sudah udang yang dikemas dengan baik, dan lain sebagainya. Yang di pertanian tidak lagi hanya jual beras, tetapi bagaimana agar produk turunan dari beras, yang di Palawija tidak hanya jual Palawija,” jelasnya.


“Artinya hilirisasi di sektor pertanian dan perikanan bisa menjadi tumpuan bagi kita untuk bisa survive dalam ekonomi produktif. Tanpa itu kita akan sulit, karena resources yang terhampar di lingkungan kita. di sektor pertanian dan perikanan masih sangat besar potensinya, dan kita belum melakukan itu,” imbuh Maftuh.


Sementara itu, Akademisi NU Rumadi Ahmad menjelaskan bahwa manusia hidup di bawah pengaruh tiga entitas ini yaitu negara, kekuatan ekonomi bisnis, dan masyarakat. Rumadi menyoroti bagaimana ketiga entitas ini seringkali saling berkaitan dan bagaimana kekuatan ekonomi bisnis bisa menjadi kekuatan politik.


“Perkembangan manusia paling tidak ada tiga entitas yang masing-masing punya pakemnya sendiri-sendiri, punya tata kelolanya sendir-sendiri, dan punya cara pandanganya sendiri-sendiri,” ujarnya.


Rumadi menjelaskan bahwa entitas pertama disebut sebagai entitas negara, di mana kekuatan politik terdapat di dalamnya. Menurutnya, inti dari politik adalah bagaimana mendapatkan kekuasaan.


Ia mengatakan bahwa hampir semua energi manusia digunakan untuk mencari cara agar otoritas negara dapat dikuasai, yang pada akhirnya mengendalikan otoritas tersebut. Rumadi menyimpulkan bahwa dari kekuasaan negara, seseorang dapat memperoleh berbagai macam keuntungan, termasuk keuntungan politik.


Entitas kedua disebut kekuatan bisnis. Ia menjelaskan kekuatan bisnis dan ekonomi bisnis adalah tempat di mana seseorang bisa memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan cara mengelola uang.


Ia menyatakan, ideologi dalam ranah ini bervariasi. Rumadi juga menekankan bahwa di dalam lingkup ekonomi bisnis, terdapat aturan sendiri, namun intinya adalah bagaimana seseorang bisa memperoleh keuntungan. Rumadi menyimpulkan bahwa kekuatan ekonomi bisnis tidak boleh diabaikan.


“Kemudian yang ketiga aktor yang terkait dengan masyarakat, society. Sebenarnya ketika kita berbicara imagining future the society, kita bicara ketiga ini, bagaimana kekuatan masyarakat itu tidak ditabrak oleh kekuatan negara, politik, dan juga tidak ditabrak oleh kekuatan ekonomi bisnis,” pungkasnya.


Hal senada diungkapkan Peneliti Wahid Foundation, Alamsyah Ja’far. Ia menjelaskan, termasuk tantangan masa kini adalah keseimbangan antara negara, masyarakat, dan pasar. Alam melihat NU sebagai kekuatan penting yang dapat berkontribusi pada keseimbangan ini. Ia juga menyebutkan kemungkinan adanya kekuatan baru, seperti media sosial, yang dapat memengaruhi dinamika sosial politik.


“Demokrasi atau masyarakat akan baik kalau terjadi keseimbangan tiga institusi, yang pertama adalah state (negara), yang kedua civil society, yang ketiga adalah market. Kalau ketiga ini tidak imbang, maka akan terjadi masalah-masalah,” ujarnya


Alamsyah menyoroti tantangan NU dalam menghadapi instrumentalisasi, di mana kegiatan sosial politik dijadikan alat oleh pihak tertentu. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan sumber daya kultural NU untuk berperan dalam perdebatan etika moral, terutama terkait dengan perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).


“Penting sekali untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki apa itu? Sumber daya kultural. Kalau kita membayangkan yang 10 tahun terjadi adalah perdebatan etik moral, misalnya soal AI dan lain-lain, siapa organisasi yang memiliki kekuatan etik moral, saya kira NU menjadi bagian yang penting,” pungkasnya.