Nasional

Penyebab Serangan Jantung saat Olahraga dan Antisipasinya

Rab, 16 Juni 2021 | 15:00 WIB

Penyebab Serangan Jantung saat Olahraga dan Antisipasinya

Ilustrasi: Tanda serangan jantung saat olahraga maupun aktivitas lain seperti nyeri dada yang menjalar ke lengan, leher, pipi bahkan punggung. 

Jakarta, NU Online 
Beberapa waktu lalu media sosial ramai memberitakan kabar duka atlet bulu tangkis yang mengalami serangan jantung. Dokter muda RSUD Purwokerto, Rosalia Kusuma Dewi mengatakan orang sehat dengan aktivitas fisik yang berlebihan menjadi faktor resiko terjadinya serangan jantung.


"Hal itu terjadi karena ada fase aktivitas kelistrikan jantung yang terganggu saat olahraga, sehingga darah tidak terpompa sempurna ke seluruh permukaan jantung," kata dokter yang akrab disapa Sela itu kepada NU Online, Rabu (16/6) pagi.


Penyakit  jantung dapat menyerang siapa saja dari usia muda, dewasa, dan tua. Orang dengan faktor risiko penyakit kronis seperti diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi lebih rentan terkena serangan jantung. 

 

Menurut dokter Sela tanda serangan jantung saat olahraga maupun aktivitas lain, sama. Adapun gejala dan tanda serangan jantung sendiri yakni nyeri dada yang menjalar ke lengan, leher, pipi bahkan punggung. 


"Nyeri dada dirasakan lebih dari 20 menit saat istirahat atau saat aktivitas, disertai gejala keringat dingin atau mual, muntah dan pusing. Bahkan pada kondisi henti jantung, pasien bisa tidak sadar tiba-tiba," bebernya.


Penyebab serangan jantung saat olahraga
Dokter lulusan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto itu menyebut, secara umum olahraga baik untuk kesehatan jantung. Olahraga membuat metabolisme tubuh bekerja dengan baik. Olahraga dapat memperlancar sistem peredaran darah sehingga pompa darah oleh jantung ke seluruh tubuh terjadi optimal. 


Namun, ada kondisi khusus terjadi pada atlet. Atlet terbiasa melakukan aktivitas dengan intensitas tinggi sehingga jantung terbiasa bekerja lebih berat. Otot jantung akan melakukan kompensiasi dengan hiperplasia atau penebalan otot jantung. Efek otot jantung yang menebal membuat darah yang terpompa ke seluruh tubuh lebih banyak sehingga tidak terjadi permasalahan kekurangan pasokan darah ke seluruh tubuh. 


"Darah yang kaya oksigen sebagai sumber energi akan mengalir dengan baik ke seluruh tubuh dan proses hiperplasia otot memerlukan waktu, tidak dapat terjadi seketika," ujar dokter muda asal Pekalongan, Jawa Tengah itu.


Menurutnya, setiap atlet memerlukan latihan rutin yang terprogram disertai medical check up ketat agar meminimalisasi terjadi permasalahan kesehatan. "Selain itu serangan jantung adalah silent killer atau pembunuh diam-diam sehingga perlu diwaspadai setiap orang terutama yang memiliki faktor risiko," pesan dokter Sela.


Pertolongan pertama saat serangan jantung 
Dijelaskan dokter Sela ketika menemukan penderita serangan jantung tidak sadar maka segera lakukan beberapa langkah. Pertama, segera lakukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar ini perlu dikuasai setiap orang termasuk orang awam. Jika kita mengaplikasikan dengan baik, bisa menyelamatkan nyawa seseorang. 


Di masa pandemi, terdapat perbedaan dalam pemberian bantuan hidup dasar demi menciptakan keamanan bagi penolong dan korban yakni pastikan diri kita aman, cek respons korban, panggil bantuan dari orang sekitar.


Kemudian lakukan pijat jantung dengan cara memposisikan diri kita berada di sebelah kanan korban dan tangan pada posisi benar dan lakukan pijat jantung secara kuat dan tepat dengan kecepatan 100 kali per menit dan kedalaman 5 centimeter pemberian napas tidak dianjurkan.


Kedua, lakukan telepon darurat ke 119 gratis melalui telepon seluler/rumah atau RS terdekat untuk meminta pertolongan tenaga medis atau ambulans. Ketiga, lakukan Defribitasi menggunakan AED (Automatic External Defibrilation) atau alat medis yang dapat menganalisis irama jantung secara otomatis. Alat ini berfungsi menolon orang yang mengalami henti jantung.

 

Keempat, segera bawa penderita ke IGD di rumah sakit terdekat. Kelima, lakukan bantuan hidup lanjut dan perawatan di rumah sakit.

 

Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Kendi Setiawan